REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sunat laser belakangan menjadi metode sirkumsisi yang populer di masyarakat. Meski begitu, menurut Ketua IDI Periode 2018-2021 Daeng Mohammad Faqih, istilah "sunat laser" sebetulnya keliru.
Dr Daeng menjelaskan dalam "sunat laser" yang digunakan biasanya merupakan electrocouter. Jadi, yang dipakai bukan sinar laser sesungguhnya.
"Electrocouter dikhawatirkan menimbulkan efek berbahaya, seperti luka bakar, jaringan mati," kata dr Daeng dalam peluncuran "Dr M Optical Maser, Teknologi Sunat Terbaru Hanya 3 Menit”, di Jakarta, Senin (13/6/2022).
Di sisi lain, untuk penggunaan laser yang sebenarnya, itu memang sudah banyak diadaptasi di dunia kedokteran. Gelombang dari laser disesuaikan dengan keperluan tindakan.
Teknologi laser biasanya akan membantu meminimalkan luka. Misalnya, ketika memecahkan batu ginjal, efek sampingnya akan sangat minimal dibandingkan operasi besar.
Dr Daeng mengapresiasi teknologi baru bernama dr M Optical Maser yang dipelopori dr Mahdian Nur Nasution SpBS. Teknologi ini diklaim berasal dari Jerman dan sudah diakui keamanan serta kualitasnya untuk diterapkan pada tindakan sirkumsisi.
"Sunat ini sebenarnya merupakan pelayanan medis. Karenanya hal yang dinilai baik umum dan profesi yang diutamakan itu keamanan dan kualitasnya, ini terobosan bagi pelayanan medis," kata Daeng.
Dr Mahdian mengatakan, ada banyak jenis laser, tapi tidak semuanya cocok untuk insisi kulit. Laser ada yang digunakan untuk tulang, jaringan keras, hingga kecantikan.
Sementara electrocouter bisa memberikan rasa panas pada kulit. Hal ini yang dinilai perlu disosialisasikan kepada masyarakay bahwa iatilah sunat laser selama ini sebenarnya salah. Banyak dampak cedera, luka bakar, hingga amputasi akibat electrocouter.