Selasa 14 Jun 2022 03:41 WIB

Masjid-Masjid Bersejarah di Bangladesh Terancam Akibat Pemanasan Global

Masjid-Masjid bersejarah Bangladesh terancam rusak akibat pemanasan global.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Masjid 60 Kubah di Kota Masjid di selatan Bangladesh, Bagerhat yang berada di pesisir terancam perubahan iklim.
Foto: Wikimedia Commons
Masjid 60 Kubah di Kota Masjid di selatan Bangladesh, Bagerhat yang berada di pesisir terancam perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID,  DHAKA -- Sejak abad ke-15, Kota Masjid di selatan Bangladesh, yang didominasi oleh Masjid Enam Puluh Kubah yang terbuat dari batu bata, telah menjadi tujuan ziarah bagi orang Bangladesh dan turis. Salah satunya ialah Shofik Ahamaed, mahasiswa yang menjelajahi landmark situs warisan dunia.

"Saya percaya jika saya menginginkan sesuatu dan mengunjungi masjid, Allah akan mengabulkan keinginan saya dan saya akan melihat kesuksesan di masa depan," kata Shofik Ahamed, dilansir Scroll, Senin (13/6/2022).

Baca Juga

Namun, Masjid Enam Puluh Kubah dan puluhan masjid abad pertengahan lainnya, bangunan umum, makam dan kuburan di pertemuan muara Sungai Gangga dan sungai Brahmaputra menghadapi masa depan yang semakin tidak pasti saat di tengah pemanasan global. Perubahan iklim membawa lebih banyak panas dan curah hujan yang ekstrem, banjir, erosi, dan gelombang air asin di delta selatan dataran rendah Bangladesh, yang dipotong oleh ratusan sungai.

Di Kota Masjid, perubahan seperti itu merusak struktur bersejarah, menyebabkan permukaan batu bata dan pasangan bata yang sudah tua hancur lebih cepat, misalnya, dan memungkinkan jamur dan tanaman untuk berpijak. Badai yang lebih kuat dan gelombang badai juga merusak struktur, seperti meningkatnya intrusi air asin melalui tanah dan udara yang merembes ke gedung-gedung bersejarah.

"Kenaikan permukaan laut yang didorong oleh perubahan iklim adalah ancaman besar bagi situs warisan," kata Khandoker Mahfuz-ud-Darain, seorang profesor Universitas Khulna yang sejak 2017 telah melihat dampak semacam itu pada warisan budaya Bangladesh selatan.

Ancaman di Kota Masjid mirip dengan yang dihadapi sekitar 127 situs arkeologi yang dilindungi. Banyak di antaranya masjid bersejarah di distrik pesisir Bangladesh. Setidaknya 50 telah rusak akibat memburuknya dampak iklim, kata Afroza Khan, direktur wilayah Khulna untuk Departemen Arkeologi pemerintah Bangladesh.

Mahfuz-ud-Darain meyakini, pada pertengahan abad ini, dampak perubahan iklim akan menjadi ancaman utama bagi situs warisan negara. "Perencanaan harus dimulai sekarang untuk melindunginya. Ketika dampak iklim menguat, renovasi normal tidak akan berhasil di masjid-masjid ini," katanya.

Kota Masjid Bagerhat, yang sebelumnya dikenal sebagai Khalifatabad, didirikan oleh jenderal Turki Ulugh Khan Jahan dan berkembang sampai kematiannya pada 1459. Saat ini sebagian besar struktur bata, yang dipugar awal abad lalu setelah ditinggalkan dan ditutupi oleh hutan setelah kematian Jahan, menawarkan beberapa contoh terbaik dari gaya arsitektur Muslim Kesultanan Bengal.

"Monumen semacam itu mewakili tradisi suatu negara," kata Sufi Mostafizur Rahman, seorang profesor di departemen arkeologi Universitas Jahangirnagar. Tetapi, sejarah terancam di Bangladesh dan di seluruh dunia, karena pemanasan global membahayakan Situs Warisan Dunia, dari Alun-Alun St Mark yang sering kebanjiran di Venesia hingga patung-patung yang terancam erosi di Pulau Paskah.

"Perubahan iklim adalah salah satu ancaman terbesar yang dihadapi situs warisan budaya dan alam secara global," dengan setidaknya satu dari lima monumen sudah terancam," kata Thomas Mallard, juru bicara Pusat Warisan Dunia UNESCO.

Badan PBB tersebut bekerja dengan negara-negara dan komunitas yang memiliki situs warisan untuk membangun ketahanan terhadap tekanan baru, katanya. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa menawarkan dana darurat untuk mendukung penilaian kerusakan dan rekonstruksi ketika terjadi bencana.

Dana tersebut telah digunakan untuk melakukan penilaian pasca banjir dan pekerjaan perbaikan di tempat-tempat dari Sana'a Lama Yaman hingga Sudan, di mana bangunan kuno di dekat Sungai Nil terendam pada tahun 2020. Namun Mahfuz-ud-Darain, yang duduk di komite pengarah Jaringan Warisan Iklim internasional, mengatakan negara-negara seperti Bangladesh juga perlu meningkatkan upaya perlindungan mereka sendiri.

Dia merekomendasikan peningkatan pendanaan untuk penelitian tentang dampak iklim pada warisan dan upaya yang ditingkatkan untuk menyesuaikan struktur bersejarah dengan perubahan yang akan datang, serta memastikan upaya pelestarian bersejarah berada dalam kebijakan iklim nasional yang lebih luas.

Khan, dari Departemen Arkeologi pemerintah, mengatakan upaya telah dilakukan tahun ini untuk mengidentifikasi situs bersejarah pesisir yang paling berisiko. Departemen juga telah mengusulkan perubahan pada Undang-Undang Barang Antik yang akan membuat situs bersejarah terancam atau rusak oleh dampak iklim yang memenuhi syarat untuk pendanaan negara untuk perlindungan dan perbaikan.

Mohamed Helal Uddin, yang selama 30 tahun telah menjadi imam di Masjid Sixty Dome, berharap bantuan akan segera datang. Sebab, kerusakan bangunan bersejarah akan menjadi kerugian besar bagi mereka. "Kita harus menyelamatkannya untuk generasi mendatang," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement