REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI – Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Libya menyatakan keprihatinannya atas bentrokan di Tripoli pada Sabtu (11/6/2022). Terjadi baku tembak antara milisi di ibu kota pada malam hari usai satu tahun proses unifikasi.
Penyebab kekerasan di lingkungan tepi pantai tidak jelas, tetapi video yang beredar di media sosial menunjukkan keluarga dengan anak-anak berlindung dan melarikan diri ketika tembakan artileri terbang melintasi langit malam. Beberapa menuduh dua milisi yang kuat di kota itu terlibat pertikaian.
Dalam sebuah pernyataan, PBB mengatakan, bentrokan itu membahayakan warga sipil dan meminta warga Libya untuk melakukan segala yang mungkin untuk menjaga stabilitas negara yang rapuh pada saat yang sensitif ini.
Libya telah bertahun-tahun terpecah antara pemerintahan saingan di timur dan barat dengan masing-masing didukung oleh berbagai milisi bersenjata lengkap dan pemerintah asing. Negara Mediterania itu bergejolak sejak pembunuhan pemimpin Moammar Gadhafi.
Rencana negara untuk transisi ke pemerintahan terpilih gagal setelah pemerintahan sementara yang berbasis di Tripoli yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah gagal mengadakan pemilihan tahun lalu. Dbeibah pun telah menolak untuk mundur sejak itu, menimbulkan pertanyaan atas mandatnya.
Sebagai tanggapan, anggota parlemen yang berbasis di Timur negara itu telah memilih perdana menteri saingannya, Fathy Bashagha yang merupakan mantan menteri dalam negeri. Dia sekarang menjalankan pemerintahan terpisah di luar kota Sirte.
Dbeibah dalam panggilan telepon yang disiarkan televisi mendesak seorang komandan kuat yang memimpin brigade 444 yang melayani pemerintahnya untuk melakukan apa yang diperlukan untuk memulihkan perdamaian di Tripoli.
Sedangkan Bashagha dalam serangkaian tweet meminta kelompok bersenjata untuk menyerahkan senjata. Bulan lalu, Bashagha memasuki Tripoli dan berusaha untuk menempatkan pemerintahannya di sana, tetapi pergi dalam beberapa jam setelah pertempuran pecah yang membunuh satu orang.
Sementara itu, blokade yang meluas pada produksi minyak sebagian besar di timur negara itu telah memotong pendapatan utama. Pengumuman video oleh penduduk dan pekerja pelabuhan minyak fasilitas ekspor utama Sidra pada Jumat (10/6) memperingatkan, bahwa mereka akan menghentikan operasi karena kurangnya layanan dasar di kota-kota sekitarnya.