Selasa 14 Jun 2022 16:38 WIB

Rusia Akui Sanksi Barat Pukul Perekonomiannya

Riset menunjukkan ekonomi Rusia akan menyusut 15 persen tahun ini.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara melalui konferensi video selama pertemuan dengan Kepala Republik Udmurt Alexander Brechalov, di kediaman Novo-Ogaryovo di luar Moskow, Rusia, Selasa, 31 Mei 2022. Pemerintah Rusia mengakui, sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap mereka terkait serangan ke Ukraina memiliki dampak keras di bidang ekonomi.
Foto: AP/Mikhail Metzel/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara melalui konferensi video selama pertemuan dengan Kepala Republik Udmurt Alexander Brechalov, di kediaman Novo-Ogaryovo di luar Moskow, Rusia, Selasa, 31 Mei 2022. Pemerintah Rusia mengakui, sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap mereka terkait serangan ke Ukraina memiliki dampak keras di bidang ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia mengakui, sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap mereka terkait serangan ke Ukraina memiliki dampak keras di bidang ekonomi. Namun Moskow mengatakan, pada akhirnya mereka akan pulih dari sanksi tersebut.

“Situasinya tidak mudah, itu bisa digambarkan sulit dalam hal perang ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov saat diwawancara kantor berita Rusia, TASS, Selasa (14/6/2022).

Baca Juga

Kendati demikian, dia menjelaskan, langkah-langkah yang diambil Barat untuk mengisolasi ekonomi Rusia dari sistem keuangan global telah mendorong Moskow menuju negara-negara “ramah”. “Ada sisi positifnya. Situasi ini mendorong kami dan negara-negara sahabat kami untuk mencari interaksi baru, mekanisme baru untuk interaksi, dan mekanisme baru untuk penyelesaian keuangan,” ucapnya.

Menurut Peskov, ada poros menjauh dari Eropa dan Amerika Serikat (AS). Pada saat bersamaan terdapat pusat kekuatan baru di Timur yang mencakup China, India, Indonesia, Filipina, dan banyak negara lain, termasuk negara-negara di Amerika Latin.

Peskov mengatakan, Rusia adalah negara terlalu besar untuk “dilawan”. “Sekarang kita melihat bagaimana semua pembatasan ini, sanksi yang telah diperkenalkan (terhadap Rusia), memukul harga energi, pangan, dan sebagainya,” ujarnya mengacu pada inflasi yang tinggi di AS dan Eropa.

Pekan lalu, Institute of International Finance (IIF), sebuah kelompok lobi perbankan, mengatakan, ekonomi Rusia akan menyusut 15 persen tahun ini dan tiga persen tahun depan. Output dalam industri dari penerbangan ke otomotif telah merosot. Pada Mei lalu, jumlah mobil yang terjual di seluruh Rusia turun 83 persen dari bulan sebelumnya.

Namun, Rusia diuntungkan dari lonjakan harga ekspor minyak dan gas utamanya serta telah terjadi rebound dalam mata uangnya, rubel. Dengan Uni Eropa mengumumkan akan memotong pembelian energi Rusia, Bloomberg melaporkan pada Senin (13/6/2022) bahwa setengah dari minyak Rusia yang diangkut dengan kapal sekarang menuju Asia, terutama ke China dan India. Kedua negara tersebut tidak bergabung dalam gerakan Barat menjatuhkan sanksi kepada Rusia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement