Selasa 14 Jun 2022 17:34 WIB

Konflik di Ukraina Dinilai Dapat Perburuk Masalah Narkoba di Eropa

Banyak orang alami tekanan psikologis parah selama konflik, rentan terhadap narkoba.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Gambar ini diambil dari video yang dirilis pada hari Selasa, 7 Juni 2022, oleh Polisi Keuangan Italia selama konferensi pers di Trieste, Italia utara, menunjukkan penyitaan kokain sebagai bagian dari penyelidikan internasional yang telah memberikan pukulan bagi orang Kolombia yang ditakuti. Gulf Clan di salah satu penggerebekan narkoba terbesar yang pernah ada di Eropa.
Foto: Guardia di Finanza via AP
Gambar ini diambil dari video yang dirilis pada hari Selasa, 7 Juni 2022, oleh Polisi Keuangan Italia selama konferensi pers di Trieste, Italia utara, menunjukkan penyitaan kokain sebagai bagian dari penyelidikan internasional yang telah memberikan pukulan bagi orang Kolombia yang ditakuti. Gulf Clan di salah satu penggerebekan narkoba terbesar yang pernah ada di Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, LISBON -- Pusat Pemantauan Narkoba dan Obat-obatan Adiksi Eropa (EMCDDA) mengatakan invasi Rusia ke Ukraina dapat memicu "kerentanan baru" di Eropa pada obat-obatan terlarang yang dipicu perubahan rute penyelundupan. Berpotensi semakin banyak orang yang terekspos dengan narkoba.

Dalam laporan tahunannya lembaga Uni Eropa yang bermarkas di Lisbon itu mengatakan banyak orang yang mengalami "tekanan psikologis parah" selama konflik. Mereka dapat semakin rentan menyalahgunakan narkoba di masa mendatang.

Baca Juga

EMCDDA mengatakan para penyeludup narkoba mungkin akan mengubah rutenya untuk menghindari daerah yang dijaga ketat. Sementara layanan kesehatan di negara-negara Eropa terutama yang berbatasan dengan Ukraina semakin terbebani sebab pengguna narkoba yang mengungsi dari konflik membutuhkan bantuan.

"Perawatan lanjutan, bahasa dalam pelayanan, dan penyediaan akomodasi dan bantuan sosial tampaknya akan menjadi syarat utama," kata EMCDDA dalam laporannya, Selasa (14/6/2022).

Mereka menambahkan orang yang bukan pengguna atau pencandu narkoba pun berisiko. Lembaga itu juga mengatakan situasi keuangan yang sulit di Afghanistan selama kekuasaan Taliban pada Agustus lalu dapat mendorong pendapatan dari narkotika menjadi lebih penting dan mengarah pada peningkatkan penyeludupan heroin ke Eropa.

EMCDDA mengatakan walaupun pemerintah Taliban melarang penjualan dan penyeludupan narkoba serta penanaman opium. Tapi hal-hal ini tampaknya tetap berlangsung di Afghanistan.

Kekhawatiran perkembangan internasional dapat mempengaruhi masalah narkoba di Eropa muncul saat penggunaan narkoba sudah kembali ke angka sebelum pandemi. EMCDDA mengatakan terdapat tanda-tanda produksi narkoba meningkat. Mereka meminta negara-negara Eropa meningkatkan pengobatan dan pelayanan rehabilitasi.

"Obat-obatan yang sudah ada tidak pernah semudah ini untuk diakses, dan zat baru yang kuat terus muncul, semua orang dapat terdampak, baik langsung maupun tidak langsung," kata direktur EMCDDA Alexis Goosdeel.

Data terakhir menunjukkan pada tahun 2020 Uni Eropa mencetak rekor dengan menyita 213 ton kokain dan membongkar 350 laboratorium narkoba. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement