REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Israel mengeluarkan peringatan ke Norwegia menyusul keputusan berakhirnya pelabelan produk dari permukiman ilegal. Tindakan tersebut selaras dengan keputusan pengadilan Uni Eropa (UE) tahun 2019 yang mewajibkan produk dari permukiman ilegal Israel ditandai dan membawa label sesuai dengan hukum internasional.
Pengadilan tinggi UE memutuskan negara anggota harus megidentifikasi produk yang dibuat di permukiman Israel pada label mereka, mengikuti saran dari Komisi Eropa tahun 2015. Menurut pemerintah Norwegia, itu tidak cukup memuaskan untuk memberi label produk yang berasal dari wilayah yang diduduki secara ilegal.
Kementerian Luar Negeri Norwegia mengatakan langkah tersebut menyangkut sejumlah produk, seperti anggur, minyak zaitun, buah-buahan dan sayuran dari Tepi Barat yang diduduki. Kawasan ilegal juga termasuk Yerusalem Timur dan Dataran Tinggi Golan. “Bahan makanan yang berasal dari daerah yang diduduki Israel harus ditandai dengan daerah asal produk,” kata kementerian.
Norwegia mengakui wilayah Israel sebelum tahun 1967 dan menganggap permukiman Israel di Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur bertentangan dengan hukum internasional. Keputusan baru dikeluarkan agar konsumen tidak tertipu dengan pelabelan yang menyesatkan tentang asal produk.
Menteri Luar Negeri Norwegia, Anniken Huitfeldt menekankan kebijakan baru bukanlah boikot terhadap Israel. Huitfeldt mengklaim Norwegia memiliki hubungan baik dengan Israel. Namun, Israel telah memperingatkan langkah itu akan membahayakan hubungan bilateral mereka.
“Keputusan ini tidak akan berkontribusi pada kemajuan hubungan Israel-Palestina dan akan memengaruhi hubungan bilateral antara Israel dan Norwegia serta relevansi Norwegia untuk mempromosikan hubungan antara Israel dan Palestina,” kata Kementerian Luar Negeri Israel dikutip Middle East Monitor, Selasa (14/6/2022).
Meskipun Israel menyelesaikan pengambilalihan penuh atas Palestina pada tahun 1967, masyarakat internasional tidak mengakui pendudukan dan pencaplokan ilegal Yerusalem Timur yang diduduki. Prinsip utama hukum internasional adalah larangan perolehan wilayah melalui paksaan.
Israel dinilai tidak hanya melanggar prinsip itu, tetapi juga telah memindahkan hampir satu juta warga Yahudinya ke wilayah Palestina yang diduduki. Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah negara telah merusak prinsip hukum tersebut demi mendukung Israel. Menyusul putusan pengadilan UE 2019, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengklaim permukiman Tepi Barat Israel tidak konsisten dengan hukum internasional.