REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu terkait energy security sedang menjadi fokus berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Saat ini Indonesia tengah mengembangkan energi baru terbarukan mulai dari pembangkit listrik tenaga air, angin, surya, dan geothermal.
Komitmen Pemerintah itu juga terwujud dengan masuknya isu transisi energi dalam isu prioritas Presidensi G20 Indonesia pada 2022. Dalam acara Indonesia-Singapura Business Forum yang merupakan bagian dari kegiatan engagement group B20 dan digelar secara hybrid, Selasa (14/6), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai salah satu panelis menyampaikan, dalam Forum G20 tengah dibuat mekanisme pembiayaan bagi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) oleh pembiayaan internasional.
“Pembiayaan dalam proses transisi energi menjadi penting agar harga energi tetap bisa terjangkau. Pembuatan mekanisme ini juga penting sembari melihat bagaimana model mekanisme ini berkerja. Jika bisa bekerja, kita akan duplikasikan ke tempat lain,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut Airlangga juga menyampaikan, Indonesia dan Singapura bisa berkolaborasi dalam melakukan transisi energi. Kerja sama bisa dilakukan pada proyek EBT yang sedang dilakukan oleh Indonesia yang berbasis geothermal, hydropower, wind turbine, dan solar panel.
Perlu diketahui, Indonesia berupaya menurunkan emisi di sektor energi melalui phasing down batu bara secara gradual untuk menuju Net Zero Emissions pada tahun 2060. Demi mencapai tujuan tersebut, telah disiapkan kebijakan Energy Transitions Mechanism (ETM) berupa Cap and Trade dan Cap and Tax.
Kebijakan ETM merupakan pendekatan transformatif dengan cara pembiayaan gabungan (blended finance) yang berupaya mempercepat pengurangan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada. Lalu untuk menggantikannya dengan energi bersih.
“Tiga komponen penting dalam melakukan transisi energi adalah akses teknologi, market itu sendiri, dan kombinasi keduanya melalui green financing. Pemerintah Indonesia juga mengembangkan dan meluncurkan Sukuk Hijau serta menetapkan harga karbon yang berbasis pada cap and trade,” tutur dia.
Peta Jalan Transisi Energi Hijau ini diharapkan akan mendukung pencapaian target Net Zero Emissions pada 2060 dengan tetap mengedepankan transisi energi yang adil dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia dan Pemerintah serta memberikan kepastian iklim berusaha bagi investor.
Menutup penjelasannya dalam rangkaian acara B20 tersebut, Menko Airlangga mengatakan bahwa deliverables dari pilot plan menjadi kunci sehingga Forum G20 tidak hanya menghasilkan ringkasan naratif tetapi juga hasil yang nyata yang bisa ditunjukkan ke dunia, untuk kemudian direplikasi di negara lainnya.