REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor pertanian merupakan tulang punggung dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Terlebih di saat pandemi seperti ini. Peluang pasar dan nilai tambah yang tinggi adalah potensi pendorong pengembangan pertanian di masa yang akan datang. Demikian disampaikan Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kuntoro Boga Andri, di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Menurut Kuntoro, selama pandemi Covid-19, kinerja sektor pertanian terbukti memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. “Nilai ekspor pertanian dalam kurun tiga tahun terakhir memiliki tren mengalami peningkatan. Tahun 2019, nilai ekspor pertanian mencapai Rp 390,16 tiliun, tahun 2020 naik menjadi Rp 451,77 tiliun, dan di tahun 2021 mengalami kenaikan lagi menjadi Rp 625,04 tiliun,” kata Kuntoro, dalam siaran persnya.
Selain itu, nilai tukar petani (NTP), salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani selama periode Januari hingga Maret 2022 terus mengalami peningkatan. “NTP Maret 2022 sebesar 109,29 atau naik 0,42 persen dibanding NTP bulan Februari 2022 sebesar 108,83,” ungkapnya.
Peningkatan juga dialami pada nilai tukar usaha petani (NTUP). Pada periode Maret 2022, NTUP sebesar 109,25 atau naik 0,67 persen dibanding NTUP bulan Februari 2022 sebesar 108,53.
Produksi beras, Kuntoro lebih lanjut menjelaskan, selama tiga tahun terakhir menurutnya produksinya cukup tinggi bahkan dalam kurun tersebut, Indonesia tidak melakukan impor beras. “Produksi beras nasional pada tahun 2019 mencapai 31,31 juta ton, meningkat di tahun 2020 menjadi 31,36 juta ton dan di tahun 2021 sebesar 31,33 juta ton,” imbuh Kuntoro.
Atas capaian tersebut, Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Riyanto menilai salah satu keberhasilan Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai Menteri Pertanian adalah meningkatnya produksi beras nasional sehingga Indonesia mampu menahan impor selama tiga tahun berturut-turut.
"Biasanya Indonesia impor. Tapi di zaman pak SYL saya melihat beras kita cukup, bahkan cendrung surplus. Semua bisa dikendalikan dan dalam waktu tiga tahun terakhir kita sudah tidak impor," kata Riyanto.
Pendekatan dan strategi lima cara bertindak (CB) yang diformulasikan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menurut Kuntoro mampu mengejawantahkan cita-cita bersama yaitu mewujdkan pertanian Indonesia maju, mandiri dan modern. “Lima cara bertindak dalam ranah aplikatif berhasil mengartikulasikan pertanian masa depan sehingga mampu diwujdukan sekarang,” ujarnya.
Ekonom Senior Indef, Bustanul Arifin mengapresiasi kebijakan dan program yang dijalankan jajaran Kementan selama tiga tahun terakhir. Menurutnya, sektor pertanian tumbuh 1,84 persen dan menjadi bantalan resesi selama pandemi Covid-19.
"Kalau tidak ada pertanian mungkin krisis benaran. Jadi apresiasi kepada Pak Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo) karena pertanian menjadi bantalan ekonomi nasional," ujarnya.
Bustanul mengatakan, perekonomian Indonesia sejauh ini terus mengalami perbaikan yang sangat positif, dimana Tahun 2021 Indonesia tumbuh 3,69 persen. Disisi lain, ketersediaan beras pada produktivitas 2021 juga mulai meningkat.
Meski demikian, Bustanul berharap agar pemerintah terus meningkatkan skala kerjanya, terutama didalam menghadapi geopolitik global yang saat ini terfokus pada konflik Rusia-Ukraina. Perang senjata kedua negera itu telah berdampak pada kenaikan harga-harga di dunia.
"Rekomendasi saya untuk pangan nasional adalah di dalam menghadapi geopolitik dan geostrategi global yang telah menaikan harga pangan secara spesifik di Indonesia harus diantisipasi agar kondisinya lebih baik lagi," katanya.
Selain itu, Bustanul berharap agar pemerintah terus melakukan pendampingan kepada para petani di semua desa dan sentra. Kemudian meningkatkan skala teknologi dengan menurunkan mekanisasi.
"Pendampingan dan pemberdayaan petani pada pertanian presisi, digitalisasi rantai nilai pangan, perubahan teknologi dan inovasi ekosistem harus ditingkatkan," katanya.