Rabu 15 Jun 2022 16:17 WIB

Pakar Kehutanan : Pengambilalihan Hutan di Jawa Belum Siap Dijalankan

Perangkat untuk menjalankan kebijakan tersebut dinilai masih belum siap.

Rep: fauzi ridwan/ Red: Hiru Muhammad
Seluas 5.000 hektare lahan di areal Perhutani Indramayu, Jawa Barat, dalam kondisi kritis. Untuk mengatasinya, upaya rehabilitasi terus dilakukan.
Foto: Lilis Sri Handayani/Republika
Seluas 5.000 hektare lahan di areal Perhutani Indramayu, Jawa Barat, dalam kondisi kritis. Untuk mengatasinya, upaya rehabilitasi terus dilakukan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pakar kehutanan Haryadi Himawan menilai pengambilalihan hutan seluas 1,1 juta hektar oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) di pulau Jawa melalui SK nomor 287 untuk Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) belum dapat direalisasikan. Sebab perangkat untuk menjalankan kebijakan tersebut dinilai masih belum siap.

"Berkaitan dengan kegiatan teknokrasi oleh pemerintah, Perhutani dan pemerintah daerah siap gak? Saya katakan belum siap," ujarnya di sela-sela rapat bersama Forum Penyelamat Hutan Jawa di Kota Bandung, Rabu (15/6/2022).

Baca Juga

Founder lembaga Bersahabat Selamatkan Hutan Jawa ini mengatakan pelaksana aturan tersebut belum siap menjalankan kebijakan sebab tidak terdapat anggaran yang memadai tahun 2022. Selain itu pada aturan tersebut tidak secara rinci menjabarkan terkait detail titik-titik lahan yang akan dimanfaatkan.

"SK yang kemarin keluar nomor 287 itu SK yang tidak teknokrat karena ada luas tapi tidak dicantumkan detailnya dan ternyata dampak di lapangan ada yang berkelahi, rebutan dan tawar menawar luar biasa," katanya.

Tidak hanya itu, ia menuturkan rencana kementerian yang akan mengatur lebih detail terkait SK nomor 287 tidak akan selesai hanya dalam 2 tahun. Kondisi tersebut berpacu dengan kerusakan hutan yang meluas.

Pria yang pernah menjabat sebagai dewan pengawas independen Perhutani ini melanjutkan laju deforestasi hutan di Pulau Jawa selama lima tahun terakhir mencapai luas 138 ribu termasuk pada hutan tanaman di Perhutani pun terjadi. Sedangkan deforestasi di hutan rakyat selama lima tahun terakhir mencapai luas 400 ribu.

"Jadi kalau ada anggapan mengatakan hutan rakyat lebih baik fakta menunjukan itu padahal KHDPK itu nanti dikelola oleh rakyat. Kalau tidak ada pendampingan kira-kira akan terjadi deforestasi atau tidak?" ungkapnya.

Ia menilai pengelolaan KHDPK berada di persimpangan jalan dan dapat membuat hutan rusak jika tidak terlebih dahulu dilakukan evaluasi. Oleh karena itu terlebih dahulu harus dilakukan evaluasi.

"Hutan Jawa harus ditata ulang iya tapi jangan lah menggunakan pola instan, menggunakan kata pokoknya aku yang menentukan dan tertutup pada partisipasi. Saya ingin izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial dievaluasi dulu kan barang kelihatan," katanya.

Di wilayah Jawa Tengah, ia mencontohkan perhutanan sosial yang berdampak terhadap laju deforestasi namun begitu ditemukan pula yang berjalan. Namun yang berjalan adalah rintisan Perhutani. "Saya ingin kita legowo evaluasi sampai 2022 setelah itu buat arsitektur hutan, Perhutani harus dibenahi," katanya.

Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa Eka Santosa mengaku akan mengumpulkan aktivitis lingkungan, seluruh LMDH se Indonesia dan serikat pekerja Perhutani yang akan menyepakati rencana ke depan yang akan dilakukan. Selain itu, konsep perhutanan sosial sebetulnya sudah berjalan.

Ia pun menegaskan bahwa pihaknya bukan alat Perhutani atau anti terhadap reforma agraria. Pihaknya mendorong reforma agraria di lahan-lahan di luar hutan.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement