REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Direktur Pusat Kajian Halal Fakultas Peternakan UGM, Ir Nanung Danar Dono, mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan saat membeli hewan ternak jelang Idul Adha. Ini jadi pencegahan penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) di Tanah Air.
Ia mengatakan, PMK tidak ditularkan ke manusia atau bukan zoonosis, jadi daging dan susu aman dikonsumsi. Namun, penyakit ini menular antar ternak sangat cepat, sehingga masyarakat perlu meningkatkan kehati-hatian dalam memilih hewan qurban. "Pastikan yang memang sehat dan memenuhi syarat," kata Nanung, Rabu (15/6/2022).
Nanung turut membagi tips memilih hewan ternak untuk berqurban di tengah wabah PMK. Salah satunya usahakan membeli hewan qurban di tempat pedagang besar. Ia menilai, lebih aman membeli hewan di pedagang yang memiliki banyak hewan ternak.
Sebab, mereka akan sangat menjaga kesehatan ternaknya agar tidak sampai tertular penyakit karena mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Usahakan membeli hewan qurban ke pedagang yang mau memberikan jaminan atau garansi ternak yang dijual.
Bila ternak yang dibeli nantinya menunjukkan gejala sakit, mereka bersedia untuk mengganti dengan ternak lain yang sehat. Lakukan pembelian hewan mendekati Idul Adha, yang dilakukan untuk meminimalisir resiko hewan kurban tertular penyakit.
Jangan lupa pula untuk memastikan atau melakukan pengecekan kondisi ternak. Tidak hanya dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan hewan, tapi juga pastikan hewan tidak bergejala dan lingkungan sekitar tidak ada wabah PMK. "Hindari untuk survei ternak dengan melakukan kunjungan dari kandang ke kandang karena berpotensi memperluas penularan PMK," ujar dosen Fakuktas Peternakan UGM tersebut.
Penularan PMK ternak dapat terjadi lewat kontak langsung antar ternak, kandang bersama, lalu lintas hewan tertular, kendaraan angkutan, udara, air, makanan, minuman, feses terjangkit dan produk maupun orang yang terkontaminasi virus PMK.
Untuk syarat-syarat sah hewan mulai dari sehat, tidak cacat dan tidak terlalu kurus. MUI menerbitkan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Fatwa berisi syarat-syarat. Pertama, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan seperti melepuh ringan di celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan ke luar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah jadi hewan qurban.
Kedua, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti melepuh di kuku sampai terlepas, pincang, tidak bisa berjalan dan menyebabkan sangat kurus, maka hukumnya adalah tidak sah untuk dijadikan sebagai hewan qurban."Ketiga hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (10-13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban," kata Nanung.
Keempat, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berqurban (pada 10- 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.
Ia mengingatkan masyarakat tidak mencuci daging maupun jeroan di sungai. Sebab, bisa mencemari lingkungan dan berpotensi menularkan penyakit ke hewan yang sehat di tempat yang lain jika ternyata sakit. Selain itu, di sungai tidak higienis.
Untuk mencegah penyebaran PMK, Nanung menambahkan, tidak cuma dapat dilakukan dengan pembatasan lalu lintas hewan ternak, kendaraan dan manusia, terutama dari daerah-daerah terjangkit lain. Langkah lain yang bisa dilakukan proteksi hewan.
Sehingga, ternak sehat dan tidak terinfeksi melalui pemberian suplemen atau pemberian nutrisi tambahan. Lalu, lakukan vaksinasi ke ternak yang sehat. Semua itu diharapkan mampu meminimalisir penularan PMK agar tidak semakin meluas.