REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng K.H. Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin mengatakan sudah saatnya bagi santri bertindak melawan radikalisme dengan menyebarkan konten-konten perdamaian, baik di dunia maya maupun dunia nyata.
"Sudah bukan waktunya kita tinggal diam, sudah waktunya kita berbicara, saatnya kita bertindak," kata Gus Kikin dalam siaran pers Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (PMD BNPT) yang diterima di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Ia mengatakan penyebaran radikalisme dan terorisme masih jadi ancaman serius, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Oleh karena itu, untuk meminimalkan penyebaran paham radikal itu memerlukan keterlibatan banyak pihak, termasuk dari kalangan pondok pesantren dan santri yang memiliki ilmu agama mumpuni.
Sosialisasi bahaya penyebaran radikalisme menjadi salah satu strategi dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman serta keterampilan kepada para santri agar mampu menyaring berbagai informasi yang beredar serta menyebarkan konten perdamaian. Hal itu dikatakan Gus Kikin dalam acara Workshop dan Pelatihan Santri Melalui Bidang Agama dan Multimedia di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Selasa (14/6/2022).
Acara tersebut diikuti 60 santri dari Jawa Timur. Menurutnya, kegiatan itu merupakan gagasan yang baik antara BNPT dengan pesantren untuk memperkuat sinergisme dalam menangkal narasi radikal terorisme.
"Di sini, para santri dapat memperkuat pemahaman terhadap syariat juga memperkuat kewajiban dalam beragama. Kalau BNPT kan memiliki sistem yang canggih, mengikuti perkembangan zaman, jadi kita juga belajar menghadapi cara-cara yang melibatkan teknologi dalam aktivitas sehari-hari untuk menyebarkan konten perdamaian yang jauh dari radikalisme terorisme," jelasnya.
Wakil Ketua PWNU Jawa Timur itu juga menjelaskan kondisi dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja, sehingga perlu keterlibatan Indonesia dalam mengambil langkah untuk menjaga perdamaian. "Dengan melihat kondisi yang ada sekarang, mudah-mudahan kita mampu, tidak hanya kita bertahan tetapi harus bangkit, sehingga Islam di Indonesia ditunggu di mana-mana, Islam yang wasathiyah (moderat), Islam yang ramah sedang ditunggu di dunia," katanya.
Menurut dia, Islam wasathiyah merupakan bagian dari moderasi Islam yang dapat dijadikan vaksin terhadap radikalisme terorisme. Islam wasathiyah sejatinya merupakan ajaran ulama nusantara yang selama ini dianut dan diamalkan oleh umat Islam.
"Islam yang wasathiyah, Islam yang mampu memisahkan pertikaian, menjauhkan peperangan, menjaga perdamaian; itu yang sedang ditunggu," tambahnya.
Tak hanya itu, menurutnya, Indonesia memiliki rasa persaudaraan yang kuat antarsesama yang menjadi pengikat persatuan dalam bingkai Pancasila. "Makanya kita bersilaturahim, berkunjung, tahlilan, banyak peringatan-peringatan, itu yang sudah kita lakukan bersama-sama di Indonesia. Kadang kita tidak menyadari, tetapi itulah yang memperkuat ukhuwah. Itulah yg menjadi modal bagi NKRI untuk menjaga kesatuan," ujarnya.