Rabu 15 Jun 2022 17:36 WIB

PBB: 382 Anak Myanmar Tewas dan Terluka Sejak Kudeta

Anak-anak Myanmar akan menjadi generasi yang hilang jika tak ada perbaikan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
PBB menyerukan perlindungan anak-anak dari serangan junta Myanmar. Pelapor Khusus PBB Tom Andrews merilis laporan pada Selasa (14/6/2022) bahwa sekurangnya 382 anak telah dibunuh ataupun dilukai oleh kelompok-kelompok bersenjata sejak kudeta tahun lalu.
Foto: AP Photo/Zik Maulana
PBB menyerukan perlindungan anak-anak dari serangan junta Myanmar. Pelapor Khusus PBB Tom Andrews merilis laporan pada Selasa (14/6/2022) bahwa sekurangnya 382 anak telah dibunuh ataupun dilukai oleh kelompok-kelompok bersenjata sejak kudeta tahun lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- PBB menyerukan perlindungan anak-anak dari serangan junta Myanmar. Pelapor Khusus PBB Tom Andrews merilis laporan pada Selasa (14/6/2022) bahwa sekurangnya 382 anak telah dibunuh ataupun dilukai oleh kelompok-kelompok bersenjata sejak kudeta tahun lalu.

"Hak-hak anak di Myanmar, seperti halnya anak-anak di mana-mana, harus dihormati dan ditegakkan, dimulai dari hak dasar untuk hidup. Namun di Myanmar, hak anak dan keluarga dikepung. Anak-anak tidak hanya terperangkap dalam baku tembak perang junta militer ilegal melawan rakyat, tetapi mereka juga menjadi sasaran,” kata laporan Andrews seperi dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (15/6/2022).

Baca Juga

Laporan tersebut merekomendasikan negara-negara anggota PBB untuk mengkoordinasikan upaya adopsi prosedur operasional untuk memungkinkan tanggapan kemanusiaan yang mendesak dan tepat waktu. Ia meminta tanggapan beralih dari hibah terbatas ke pendanaan inti bila memungkinkan.

"Setelah hampir satu setengah tahun meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia dan kondisi yang terus memburuk, terutama bagi anak-anak dan keluarga Myanmar, jelaslah bahwa tanggapan masyarakat internasional terhadap krisis yang semakin dalam di Myanmar telah gagal. Perubahan tentu saja diperlukan," kata Andrews dalam laporannya.

Menurutnya, anak-anak Myanmar akan menjadi generasi yang hilang tanpa segera kembali ke jalan demokrasi dan tindakan perbaikan bersama. "Serangan kekerasan junta terhadap anak-anak, yang didokumentasikan dalam makalah ini, adalah bagian dari serangan yang meluas dan sistematis terhadap rakyat Myanmar dan kemungkinan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang," katanya.

Serangan militer terhadap penduduk sipil telah membuat lebih dari 250 ribu anak mengungsi. Angka ini bergabung dengan sekitar 130 ribu anak dalam pengungsian yang berkepanjangan dan lebih dari setengah juta anak pengungsi dari Myanmar di negara-negara tetangga.

Menurut laporan yang diterima oleh PBB, tentara dan petugas polisi telah menyiksa setidaknya 142 anak sejak kudeta. Laporan juga mencatat bahwa sekitar 7,8 juta anak tidak bersekolah karena kudeta.

Militer dan kelompok bersenjata lainnya bertanggung jawab atas serangan terhadap fasilitas pendidikan, dan keduanya telah menduduki sekolah, memastikan politisasi dan militerisasi infrastruktur pendidikan. "Situasi untuk siswa Myanmar tidak mungkin membaik selama junta tetap mengendalikan sistem pendidikan," kata Andrews.

Kudeta militer ditanggapi oleh kerusuhan sipil massal karena orang-orang memprotes pemulihan kekuasaan militer di Myanmar. Junta menindak keras protes meski PBB berulang kali memperingatkan negara itu telah jatuh ke dalam perang saudara. Sebuah kelompok pemantau lokal, Assistance Association for Political Prisoners mencatat bahwa sejak Februari 2021 pasukan junta telah membunuh hampir 2.000 orang dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement