REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bogor mencatat ada 6.997 pegawai non-Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Bogor. Dalam rangka mengantisipasi implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018, DPRD Kota Bogor bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui BKPSDM, mengikhtiarkan nasib ribuan pekerja tersebut.
Penghapusan tenaga honorer sebagaimana amanat PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja. Dimana masa kerja honorer sampai Desember 2023, yang ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Kemenpan-RB Republik Indonesia tahun 2022.
Ketua Komisi I DPRD Kota Bogor, Safrudin Bima, mengatakan pihaknya bersama jajaran BKPSDM berdiskusi apa langkah yang dilakukan jika PP 49 2018 berlaku secara utuh bagi pegawai non-ASN seperti tenaga honorer, TKK/K1, TKH/eks K2, PKWT, outsourcing, dan THL Kementerian. “Intinya begini, kita ingin memikirkan dua hal. Pertama kebutuhan pegawai honorer, kedua nasib pegawai honorer. Karena ASN nggak mampu mengcover semua pekerjaan. Jumlahnya sangat terbatas,” kata SB kepada Republika.co.id, Rabu (15/6/2022).
Lebih lanjut, SB memaparkan, rata-rata di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor lebih banyak pekerja non-ASN ketimbang ASN-nya sendiri. Mengingat fungsi dari para pegawai non-ASN, pihaknya akan mengikhtiarkan nasib dari para pegawai non-ASN.
“Ya kita ada waktu setahun lah. Kita ingin ikhtiar bersama dengan BKPSDM mudah-mudahan ada jalan keluar terhadap kebutuhan pegawai dan juga terhadap tenaga honorer ini,” tegasnya.
Dari data yang diterimanya dari BKPSDM Kota Bogor, di Kota Bogor ini ada 6.997 pegawai non-ASN. “Segitu banyaknya. Ini ikhtiar kita lah. Kita menyuarakan. Bila perlu kita ke Kemenpan, mudah-mudahan kita diberi ruang untuk berdiskusi,” tuturnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Bidang Formasi Data dan Kepangkatan pada BKPSDM Kota Bogor, Aries Hendardi, mengatakan pihaknya tengah melakukan pemetaan terhadap tenaga non-ASN di setiap SKPD. Dari masing-masing jenjang pendidikan, masa kerja komulatif, dan usia.
“Upaya kita bersama dengan Komisi I DPRD Kota Bogor, bahwa kita akan menindaklanjuti, konsultasi lebih lanjut ke Kemenpan untuk kita melihat kondisi ke depannya seperti apa teman teman non-ASN,” ucapnya.
Permasalahan ini, kata dia, merupakan permasalahan nasional. Sehingga nasib seluruh pegawai non-ASN tengah diperjuangkan. “Namun upaya kita akan terjawab oleh pusat. Kita hanya memperjuangkan. Jawabannya dari pusat,” tutur Aries.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pemimpin Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Bima Arya Sugiarto, berharap penghapusan tenaga honorer bagi instansi pemerintah hingga Oktober 2023 dilonggarkan. Sebab, jika seluruh tenaga honorer di instansi pemerintah dihapus akan banyak dampak yang terjadi.
“Nanti kalau dipaksakan banyak pengangguran dan pelayanan publik akan lumpuh. Kami usulkan tahapannya agak lebih panjang. Perlu waktu melakukan pengkondisian,” kata Bima Arya.
Saat ini, Bima Arya mengaku sudah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Serta mengusulkan untuk melakukan tahapan rekonsiliasi data. Dimana ada pemetaan berdasarkan analisa jabatan dan beban kerja. Sehingga para pemerintah daerah tahu kebutuhannya masing-masing dimana saja.