REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pandemi Covid-19 mendorong pemerintah melakukan transformasi dalam pelayanan kesehatan. Hal ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk tetap membuka akses bagi masyarakat yang ingin mendapatkan layanan di fasilitas kesehatan. Untuk itu, kehadiran layanan telemedicine di Indonesia bisa menjadi jawaban agar penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional terus optimal di tengah berbagai tantangan dan keterbatasan.
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti saat menjadi narasumber dalam webinar Telemedicine: Developments and regulatory challenges, yang diselenggarakan oleh International Social Security Assosiation (ISSA), Rabu (15/6/2022).
“Kehadiran layanan telemedicine di Indonesia merupakan salah satu jawaban bagi masyarakat yang berada di wilayah terpencil dengan keterbatasan akses untuk mendapatkan layanan kesehatan. Ditambah pandemi Covid-19 membuat masyarakat semakin sulit mengakses layanan. Hal ini yang mendorong pemerintah untuk menghadirkan layanan telemedicine,” ungkap Ghufron.
Di masa pandemi Covid-19, dirinya mengatakan pemerintah telah berupaya untuk mempercepat penggunaan telemedicine dalam memantau kondisi pasien kasus Covid-19, khususnya bagi pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk memberikan kepastian pelayanan bagi peserta dan mendukung upaya pemerintah dalam pencegahan penyebaran Covid-19.
“Pelayanan telekonsultasi di FKTP ini sudah dimanfaatkan untuk 12,7 juta konsultasi. Layanan ini diberikan bagi peserta yang sakit ataupun yang sehat, antara lain edukasi upaya pencegahan penyebaran Covid-19, pemantauan status kesehatan peserta kronis, termasuk pemantauan status kesehatan peserta JKN yang terinfeksi Covid-19. Pelayanan tersebut juga dihitung sebagai capaian kinerja FKTP pada masa pandemi yang berpengaruh terhadap capaian angka kontak pada Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK),” jelas Ghufron.
Di Indonesia, terdapat sejumlah layanan telemedicine yang bisa diakses oleh masyarakat. Salah satunya adalah layanan telemedicine besutan Kementerian Kesehatan RI yaitu Telemedicine Indonesia (TEMENIN) yang saat ini bertransformasi menjadi Konsultasi Medis Online (KOMEN). Layanan tersebut juga telah terintegrasi ke dalam layanan Primary Care (P-Care) milik BPJS Kesehatan.
Meski begitu, implementasi layanan telemedicine kerap diadang sejumlah tantangan. Salah satu tantangan yang menonjol adalah pemanfaatan teknologi dan ketersediaan jaringan yang belum memadai di seluruh daerah. Dengan perbedaan konektivitas antar daerah, Ghufron mengatakan pemerintah telah menerapkan Universal Service Obligation (USO) dan berencana memperluas konektivitas serat optik ke 150.000 lokasi prioritas khususnya wilayah terpencil.
Tantangan selanjutnya yang dihadapi dalam layanan telemedicine yaitu adanya kesenjangan dan literasi digital di masyarakat, berpotensi terjadinya fraud dalam pemberian layanan, hingga sistem pembayaran layanan telemedicine.
“Untuk itu, dengan berbagai tantangan yang dihadapi, harapannya seluruh pihak untuk terus bersinergi dalam memberikan sosialisasi yang baik dan komprehensif kepada seluruh masyarakat guna meningkatkan pemanfaatan layanan telemedicine serta bisa memberikan keluasan akses layanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya di wilayah terpencil,” tambah Ghufron.
Selain Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti, juga hadir dalam kegiatan tersebut Director General, Department of Global Cooperation, National Health Insurance Service (NHIS) Sang-Baek Chris Kang, Unit Head, Department for Project Management and Data Provision, National Health Insurance Fund (NEAK) Petra Fadgyas-Freyler, serta General Manager, Superintendency of Health Services David Aruachan. Hadir pula membuka kegiatan Sekretaris Jenderal ISSA Marcelo Abi-Ramia Caetano.