REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dua warga Amerika Serikat (AS) yang melakukan perjalanan ke Ukraina sebagai pejuang sukarelawan untuk melawan pasukan Rusia, telah dinyatakan hilang selama seminggu. Keluarga khawatir, keduanya telah ditangkap oleh pasukan Rusia.
Alexander Drueke (39 tahun) dari Tuscaloosa, Alabama, dan Andy Huynh (27 tahun) dari Hartselle, Alabama, terakhir kali berkomunikasi dengan keluarga pada 8 Juni. Keduanya tidak kembali dari misi di sekitar wilayah Kharkiv di Ukraina timur. Keluarga dan juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan, laporan bahwa keduanya telah ditawan oleh Rusia belum dikonfirmasi
"Apa yang kami ketahui secara resmi saat ini dari Departemen Luar Negeri adalah bahwa Andy dan Alex hilang. Kami tidak memiliki konfirmasi untuk apa pun di luar itu. Semakin lama pencarian, kami mulai mempertimbangkan skenario lain," ujar tunangan Andy, Joy Black.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan, Amerika Serikat belum menghubungi Rusia mengenai laporan para pejuang AS. Selain itu, Kementerian Pertahanan Rusia tidak menanggapi permintaan komentar.
"Saya tidak memiliki informasi itu, saya memeriksa setiap hari, dan saya akan memeriksa hari ini. Kami membuat semua informasi tentang nasib tentara bayaran yang ditahan atau mereka yang dijatuhi hukuman ke publik," lapor kantor berita RIA, yang mengutip Zakharova.
Jika Drueke dan Huynh ditangkap, maka mereka akan menjadi warga AS pertama yang dikonfirmasi sebagai tawanan perang dalam konflik Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari. Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, jika laporan itu benar, maka Amerika Serikat akan melakukan segala upaya untuk membebaskan warganya.
Ibu Alexander Drueke, Lois Drueke, mengatakan, dia telah melakukan kontak dengan Kedutaan Besar AS untuk Ukraina, yang berlokasi di Polandia. Alexander Drueke dan Andy Huynh telah memberi tahu keluarga mereka pada 8 Juni bahwa mereka akan offline selama beberapa hari. Tetapi keduanya tidak memberikan perincian, karena takut komunikasi mereka disadap.
"Sebagai seorang ibu tentu saja saya tidak ingin anak saya dalam bahaya. Tetapi saya tahu bahwa itu sangat penting bagi Alex, dia menginginkan tujuan dalam hidupnya dan dia merasa bahwa ini baik dan mulia," kata Lois Drueke.
Alexander Drueke sempat bertugas di Irak sebagai penembak utama pada 2008-2009. Sementara Andy Huynh adalah mantan marinir AS yang meninggalkan dinas pada 2018. Keduanya tidak saling mengenal sebelum bertemu di Ukraina. Keduanya merasa terdorong untuk mendukung pemerintah Ukraina setelah melihat foto-foto korban sipil saat Rusia mundur dari kota-kota di luar Kiev pada akhir Maret.
"Ketika Andy melihat rekaman ini keluar dari Ukraina, dia mengatakan, dia tidak bisa tidur, tidak bisa makan, karena apa yang dialami warga sipil tak berdosa ini," kata Black.
Rusia membantah menyerang warga sipil dan menuduh Barat bertindak sebagai "tentara bayaran". Moskow mengatakan, dukungan Barat untuk Kiev dapat menyeret konflik berkepanjangan dan menyebabkan lebih banyak korban.
Pekan lalu, dua warga negara Inggris dan seorang Maroko dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Republik Rakyat Donetsk yang pro-Rusia. Ketiganya ditangkap saat sedang berperang membela Ukraina.