Kamis 16 Jun 2022 18:12 WIB

Komisi III Nilai KPK Punya Tantangan dalam Penindakan Korupsi

KPK diharapkan meningkatkan kinerjanya, khususnya di bidang penindakan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menanggapi tren pemberantasan korupsi yang turun berdasarkan survei dari Indikator Politik Indonesia. Menurutnya, ini menjadi tantangan bagi para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meningkatkan trennya.

"Ini tantangan kepada pimpinan KPK sekarang untuk kemudian memperbaikinya, meningkatkannya kembali," ujar Arsul saat dihubungi, Kamis (16/6/2022).

Baca Juga

Kendati demikian, ia menilai kinerja KPK dalam hal pencegahan korupsi terbukti cukup baik. Juga dalam memberikan pendidikan antikorupsi ke berbagai elemen, termasuk ke partai politik.

Namun, ia meminta agar KPK meningkatkan kinerjanya, khususnya di bidang penindakan. Khususnya dalam mengusut kasus-kasus korupsi besar yang menyita perhatian publik.

"Perlu ada peningkatan kinerja di bidang penindakan. Mudah-mudahan di sisa waktu kepemimpinan KPK sekarang," ujar Arsul.

Anggota Komisi III lainnya, Santoso mengatakan, pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK tak kalah masif dengan Kejaksaan. Meski kinerjanya menurun, ia menilai KPK masih merupaka ujung tombak pemberantasan korupsi.

Justru, ia mempertanyakan komitmen negara dalam hal pemberantasan korupsi. Pasalnya, politik anggaran untuk mereka justru menurun, di mana Pagu Indikatif 2023 anggaran KPK turun lebih dari 200 miliar dari anggaran tahun 2022.

"Penurunan anggaran tahun 2023 dari tahun 2022 ini mencerminkan bahwa negara tidak konsisten dalam pemberantasan korupsi," ujar Santoso.

Ia mengacu pada RAPBN tahun 2023 yang telah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah sebesar Rp 2.979,3 triliun. Sehingga jika dibandingkan dengan anggaran KPK yang sebesar Rp 1,035 triliun, maka hanya 0,34 persen dari RAPBN.

 

Menurutnya, hal tersebut menjadi ironis ketika negara justru tak mendukung KPK lewat anggaran. Politikus Partai Demokrat itu justru mempertanyakan, apakah KPK dapat bekerja maksimal.

"Atau mengalir seperti air tanpa prestasi yang diharapkan publik atas pemberantasan korupsi. Karena anggaran yang kurang memadai atau akan lebih masif dan trengginas menangkap pelaku korupsi di tanah air," ujar Santoso.

Lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil jajak pendapatnya tentang pandangan masyarakat terkait pemberantasan korupsi saat ini. Hasil survei mendapati bahwa tren pemberantasan korupsi dalam satu tahun terakhir terus memburuk.

"Penilaian negatif hampir selalu lebih tinggi ketimbang penilaian positif dalam setahun ke belakang," kata Direktur Eksekutif Indikator, Burhanudin Muhtadi dalam rilis surveinya, Rabu (8/6/2022).

Berdasarkan hasil survei, sebesar 37,6 masyarakat menilai pemberantasan korupsi berjalan dengan buruk pada Juli 2021 sedangkan 27,4 persen menilai baik. Persepsi positif publik akan pemberantasan korupsi didapati meningkat pada November 2021 lalu ke angka 32,8 persen menilai baik dan 34,3 persen menyebut buruk. Meskipun, yang menilai buruk masih mayoritas.

 

Penilaian pemberantasan korupsi kembali merosot pasa Desember 2021 menuju angka 36,9 persen menilai buruk berbanding 29,3 persen menyebut baik. Penilaian negatif publik menurun pada Januari 2022 ke angka 35,7 persen sedangkan penilaian positif meningkat ke angka 33,1 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement