REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menanggapi masalah wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) pada hewan ternak. Ia menduga masalah terjadi dikarenakan perubahan orientasi kebijakan impor daging.
"Saya menduga dan menganalisis bahwa munculnya PMK ini karena perubahan orientasi kebijakan impor daging. Dulu, orientasi dari undang-undang peternakan menganut rezim country based, sekarang zone based," ujar Tulus dalam Dialektika Demokrasi bertema "Jelang Idul Adha 1443 H, Amankan Hewan Qurban di Tengah PMK" diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (16/6/2022).
Yang dimaksud dengan country based, menurut Tulus, adalah mengimpor daging dari negara yang betul-betul bebas PMK. Sedangkan saat ini pemerintah menggunakan kebijakan zone based atau berdasarkan zona, seperti mengimpor daging dari negara seperti dari India.
India, dikatakannya, belum seluruhnya bebas dari wabah PMK, hanya beberapa negara bagian saja yang telah bebas dari wabah tersebut. "Saya kira pemerintah harus berani meninjau ulang untuk kemudian kembali ke country based, kalau memang ini munculnya berasal dari daging dari daerah-daerah yang zona merah tadi."
Menurutnya, langkah investigatif diperlukan untuk mendeteksi asal wabah PMK, yang mana Indonesia dalam waktu yang cukup lama sudah terbebas dari wabah penyakit ternak tersebut. Karena impor sapi bakalan atau daging dari zone based yang belum bebas PMK.
Tulus memaklumi kebijakan pemerintah dengan zone based memang untuk menurunkan harga daging sapi khususnya, pada saat ini masih bergantung pada impor dari negara tertentu, misalnya di Australia atau Selandia Baru. "Dengan membuka zone based itu artinya aksesnya lebih banyak, tapi kalau kemudian dari zona itu ada penyakit PMK, ya, risikonya seperti ini. Oleh karena itu saya kira pemerintah juga mengevaluasi kembali ke rezim yang awal, kalau memang ini dipicu dari impor dari negara yang belum bebas PMK," ujar dia.