REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hari ini (Jumat,17/6/2022) menjadi waktu voting bagi para kreditur terhadap proposal perdamaian Garuda Indonesia dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengaku optimistis mendapat dukungan kesepakatan PKPU dari para kreditur.
“Kami berharap sih mendekati 100 persen (dukungan kreditur). Kenapa? Karena ini juga memberi keyakinan kepda kita ke depan bahwa semua orang itu mendukung proposal kita, banyak sekali yang percaya,” kata Irfan di Jakarta, Kamis (17/6/2022).
Dalam proses pemungutan suara hari ini, Garuda Indonesia memiliki target untuk memperoleh suara 50 plus satu persen dari headcount kreditur. Tak hanya itu saja, Garuda Indonesia juga harus mendapatkan 67 persen persetujuan dari kreditur yang memiliki hak voting agar PKPU disetujui.
Irfan menjelaskan jika Garuda Indonedia mendapatkan voting 68 persen atau hasil dari keputusan PKPU adalah mendukung proposal perdamaian Garuda Indonesia. “Karena (misalnya) voting 68 persen. Jadi kan sebenarnya ada 32 persen yang memberikan suara tidak. Tapi walaupun tidak, mereka mestinmengikuti putusan pengadilan kan,” jelas Irfan.
Meskipun begitu, hingga kemarin (16/6/3022) Irfan yakin sudah mengantongi lebih dari 50 persen dukungan kreditur. Irfan mengharapkan level confidence tersebut dapat meningkat hingga proses voting hari ini.
Jika hari ini para kreditur menyetujui proposal perdamaian maka maskapai pelat merah tersebut dapat memanfaatkan keputusan tersebut untuk melanjutkan proses pemulihan. Hanya saja, jika kreditur yang menyetujui tidak mencapai jumlah suara yang dibutuhkan maka Garuda Indonesia dipastikan pailit.
Berdasarkan data Tim Pengurus PKPU yang dikutip dari situs resmi PKPU, Kamis (16/6/2022), emiten berkode saham GIAA ini memiliki total utang sebesar Rp 142,42 triliun dari 501 kreditur. Data tersebut berdasarkan Daftar Piutang Tetap (DPT) per 14 Juni 2022.
Secara rinci, jumlah tagihan Garuda tersebut terdiri dari daftar piutang tetap kepada 123 lessor sebesar Rp 104,37 triliun. Lalu kepada 23 kreditur non-preferen sebesar Rp 3,95 triliun dan 300 kreditur non-lessor sebesar Rp 34,09 triliun.
Untuk mengatasi utang tersebut, Garuda telah menawarkan penyelesaian kewajiban utang dengan berbagai opsi sesuai dengan karakteristik krediturnya. Usulan opsi tersebut terkait penyelesaian kewajiban usaha melalui arus kas operasional dan konversi nilai utang menjadi ekuitas.
Selain itu, Garuda Indonesia juga melakukan modifikasi ketentuan pembayaran baru jangka panjang dengan periode tenor tertentu. Selain itu juga penawaran instrumen restrukturisasi baik dalam bentuk surat utang baru dan ekuitas.
Skema restrukturisasi yang ditawarkan akan menyesuaikan dengan kelompok kreditur yang telah diklasifikasikan berdasarkan nilai kewajiban usaha maupun jenis entitas bisnis masing-masing kreditur.
Untuk instrumen restrukturisasi baik dalam bentuk surat utang baru maupun ekuitas, Garuda nantinya juga akan menawarkan penyelesaian kewajiban usaha khususnya kepada lessor, finance lessor, vendor maintenance, repair dan overhaul (MRO), produsen pesawat, hingga kreditur lainnya.
Untuk nilai tagihan di atas Rp 255 juta, Garuda menawarkan penerbitan surat utang baru dengan nilai total 800 juta dollar AS serta ekuitas dengan nilai total 330 juta dollar AS. Sementara untuk kreditur dengan jumlah tagihan di bawah Rp 225 juta, Garuda akan membayar secara langsung.