UGM Sampaikan Rekomendasi Penanggulangan PMK
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Peternak menyemprotkan cairan disinfektan di kandang sapi miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat Kamis (15/6/2022). Peternak berupaya mengatasi dampak wabah Penyakit Mulut Dan Kuku (PMK) dengan mengupayakan tindakan preventif secara mandiri yakni melakukan penyemprotan disinfektan pada kandang dan menyuntikkan suplemen pada sapi. | Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merupakan salah satu penyakit hewan menular strategis yang cukup menghebohkan sejak April 2022. Bahkan, kemudian Kementerian Pertanian pada 7 Mei 2022 menetapkan sebagai wabah di Indonesia.
Untuk menanggulangi wabah PMK, Fakultas Kedokteran Hewan UGM merekomendasikan berbagai usulan langkah pengendalian dan penanggulangan. Salah satunya dengan membentuk satuan tugas yang fokus ke penghentian penyebaran virus penyebab PMK.
Melalui tindakan karantina, pengawasan dan pembatasan lalu lintas ternak, serta penutupan pasar hewan. Dekan FKH UGM, Prof Teguh Budipitojo mengatakan, langkah selanjutnya menghilangkan sumber infeksi, memusnahkan terbatas atau stamping out.
Dilakukan ke hewan yang telah terpapar disertai menerapkan biosekuriti. Dengan dekontaminasi kandang, peralatan, kendaraan, dan bahan potensial menularkan virus melalui penyemprotan desinfektan dan pemusnahan bahan-bahan yang terkontaminasi.
Bahan desinfektan efektif membunuh PMK ada sodium hydroxide dua persen, sodium carbonate empat persen, citric acid 0,2 persen, acetic acid dua persen, sodium hypochlorite tiga persen, potassium peroxymonosulfate satu persen, dan chlorine dioxide.
Untuk meningkatkan kekebalan hewan ternak, Teguh mengusulkan digencarkan program vaksinasi massal dan melakukan mitigasi daerah yang belum tertular. Bisa berupa surveilans dan pembentukan kewaspadaan dini serta melakukan disease resilience.
"Untuk melihat peta penyebaran penyakit sebagai dasar penentuan pengendalian, di samping komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada masyarakat peternak," kata Teguh dalam Policy Brief Penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK, Jumat (17/6/2022).
PMK sendiri disebabkan virus RNA beruntai tunggal, genus Aphthovirus, termasuk Picornaviridae dengan materi genetik yang terdiri dari 8.000 nukleotida dan tidak beramplop. Penyakit ini dapat menyerang ternak sapi, babi, domba, kambing.
Pakar virologi molekuler FKH UGM, Prof Aris Haryanto menjelaskan, virus penyebab PMK dapat bertahan di luar tubuh hewan penderita dua pekan. Tahan berbulan-bulan dalam semen, epitel, kelenjar limfa, makanan produk asal hewan serta olahannya.
"Virus penyebab PMK juga tahan terhadap kekeringan dan angin. Hewan penderita PMK dapat mengeluarkan virus baru selama 50 jam dan menular ke ternak lain di sekitarnya pada radius 100 kilometer," ujar Aris.
Selain itu, hewan penderita bertindak sebagai carrier yang dapat bertahan 8-24 bulan. Penularan dapat terjadi lewat kontak langsung hewan penderita ke hewan lain yang rentan, kontak tidak langsung melalui alat atau sarana transportasi.
Kemudian, manusia yang terkontaminasi dan penyebaran melalui udara. Penyebaran melalui udara dapat menjangkau sejauh 170 kilometer di darat dan 250 kilometer di laut. Gejalanya demam tinggi, nafsu makan hilang, produksi liur berlebihan.
Lalu, terbentuknya lepuh-lepuh berisi cairan di mukosa mulut, hidung, bibir, dan lidah. Lesi di kaki, kuku, sela jari, hewan enggan bergerak, pincang, dan kuku mengelupas. Hewan yang terinfeksi mengeluarkan virus melalui beberapa cara.
"Cairan vesikel, air liur, susu, urine, dan feses. Virus dapat dikeluarkan 1-2 hari sebelum hewan tertular menunjukkan gejala klinis," kata Aris.
Meski begitu, pengobatan dasarnya penyakit viral tidak dapat diobati. Usaha yang dapat dilakukan peningkatan imunitas dan ketahanan tubuh ternak yang terinfeksi melalui terapi suportif dengan memberikan vitamineral dan feed suplement.
"Serta, terapi sesuai gejala dengan memberikan penurun panas, penghilang rasa nyeri, dan antibiotik untuk mencegah infeksi ikutan," ujarnya.