REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad hadir langsung untuk memberikan kuliah umum dalam rapat kerja nasional (Rakernas) Partai Nasdem. Rakernas tersebut dihadiri oleh 6.307 kadernya. Dalam forum tersebut, Mahathir mengingatkan masyarakat Indonesia untuk mencintai negaranya.
"Dia seorang, dia muda, ataupun tua perlu beri perhatian kepada negaranya, mempunyai semangat kenegaraan. Itu amat penting apabila kita amat sayang kepada negara," ujar Mahathir di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (17/6/2022).
Rasa cinta tersebut, jelas Mahathir, akan memunculkan semangat untuk memberikan yang terbaik untuk negara. Hal tersebutlah yang juga diterapkannya ketika memilih untuk terjun ke kancah perpolitikan Malaysia.
"(Rasa cinta terhadap negara) Amat penting apabila kita amat sayang kepada negara, kita akan lakukan apa yang sebaiknya untuk memajukan negara. Supaya dunia pandang tinggi kepada negara kita," ujar Mahathir.
"Itulah daripada awal, tak pikir lagi selain untuk memajukan negara Malaysia, supaya dia dihormati oleh dunia," sambungnya.
Hal inilah yang juga harus dimiliki oleh pemimpin nasional dalam menjalankan kekuasaannya. Sosok pemimpin yang juga memahami keresahan masyarakat yang akhirnya menciptakan kebijakan yang berpihak kepada warga, bukan kelompok atau golongan tertentu.
Pemimpin nasional, jelas Mahathir, bisa muncul jika sejak awal sosok tersebut memang menjadi penyambung lidah rakyat. Jika sosok tersebut memang terpilih menjadi seorang pejabat negara, kekuasaan tersebut harus dipertanggungjawabkan lewat kebijakan-kebijakannya kepada rakyat.
"Keputusan serta dasar-dasar yang diperkenalkan mesti merangkumi majority rakyat, rakyat tanpa meminggirkan mana-mana kumpulan selain tidak mementingkan satu kelompok saja," ujar Mahathir.
Namun jika hal tersebut tak dapat terpenuhi, ada harapan rakyat yang dikecewakan setelah memilihnya maju sebagai pemimpin nasional. Sosok tersebut hanya akan menjadi alat pembuat kebijakan bagi para elite yang mendukungnya.
"Jika ini berlaku, pemimpin itu akan hilang aspirasi sebagai pemimpin nasional dan menjadi pendukung elitis. Karena itu ke pimpinan nasional memerlukan keberanian membuat keputusan dan tindakan, walau bagaimana pahit sekalipun," ujar Mahathir.