Enlightening Parenting: Semua Berawal dari Keluarga
Rep: mnr rahadi/ Red: Partner
. | Foto: network /mnr rahadi
Pernah denger tentang enlightening parenting? EP (saya singkat saja ya) merupakan salah satu "aliran" parenting yang saya tahu beberapa tahun terakhir dari Instagram. Saya suka dengan konsepnya yang make sense dan practical.
Sempat saya ikut sharing session dengan salah satu penggiatnya, yaitu Dini Swastiana, waktu beliau ke Jogja beberapa bulan lalu. Seneng banget waktu itu, karena harga tiket terjangkau dan peserta terbatas. Pernah ada training langsung di Jogja dengan Okina Fitriani, yang mencetuskan konsep EP ini. Sayang, harganya jut-jutan saya enggak kuat lah.
So, lucky me, sewaktu beberapa tahun lalu Okina Fitriani mengisi seminar parenting di Hotel Pesonna Jogja. Tiket cuma Rp 75.000, langsung daftar! Dream comes true banget bisa menimba ilmu parenting langsung dari ahlinya.
Kalau seminar seperti ini, hal pertama yang saya lakukan sebelum memutuskan untuk mendaftar adalah memastikan suami atau mama saya available untuk menjaga anak-anak. Alhamdulillah, mereka bisa memback up dan saya pun tenang mengikuti seminar.
Bagus nggak seminarnya?
Two thumbs up. Mbak Okina emang keren. Orangnya juga lucu dan suka menyindir (hahaha) jadi peserta pun nggak bosen dan merasa tersindir. Poin-poin penting yang mind opening buat saya antara lain:
Mengasuh anak itu me time.
Ketawa donk semua peserta sewaktu Mbak Okina bilang seperti itu. Gimana bisa? Kata beliau, “Anak kan tamu istimewa yang kita undang dengan sengaja. Kalau sama tamu istimewa kan, kita pasti maunya ngobrol lama, ketawa-ketiwi, seneng-seneng
Mengurus anak itu sebenarnya nikmat, tapi kita anggap sebagai beban. Mengurus anak sekalian mengumpulkan pahala kan..Tunggu deh kalau mereka sudah berusia 15 tahun, atau mungkin sekarang umur 10 tahun, kita bakal capek me time!..karena mereka sudah nggak mau lagi nempel-nempel ibunya..”
Hiks, kenapa jadi mellow gini..
Kepemimpinan bermula dari rumah
Sebelum aktif di dunia parenting, Mbak Oki sempat bekerja 10 tahun di dunia oil and gas. Tahu tidak, yang membuatnya berpindah haluan? Karena ia melihat, leader yang bermasalah di dunia kepemimpinan berawal dari rumah. Karena itu, kita sebagai orangtua harus mampu membuat anak nyaman di rumah.
Jika anak di rumah sering diomelin, dinasehatin, dipelototin, anak akan mencari kebahagiaan di luar rumah. Di era “curhat di sosmed” seperti sekarang ini, banyak komunitas yang akan dengan senang hati “menerima” anak-anak yang butuh teman Kalau komunitasnya positif sih tidak apa-apa, jika sebaliknya, serem kan
Kekeliruan pengasuhan
Ada banyak kekeliruan dalam pengasuhan. Saya bahas yang paling mengena saja ya. Pertama, bohong. Hampir semua orangtua pernah bohong ke anaknya. Namun, ada bohong tingkat tinggi, yaitu membawa nama Tuhan. Misalnya, “Awas ya, kalau tidak nurut Mama nanti masuk neraka!” Padahal, anak yang diingatkan masih belum baligh, jadi belum mendapat pahala dan dosa.
Kedua, mengancam tapi tidak melakukan. Ya ampun, kok saya hampir tiap hari ngancam anak saya ya? Huhu,,,maafkan Ibu nak.. Memang umum banget ya kasus seperti ini, apalagi kalau kitanya sudah habis kata rayuan dan enggak mempan..
Ketiga, solusi disuapi. Artinya, jika anak menghadapi masalah, kita yang memyelesaikan. Misalnya, Mbak Okina member kasus peserta seminar, “Bagaimana jika anak kita bilang gurunya nggak ada yang suka sama dia?”
Salah satu peserta menjawab, “Tak parani gurune..! (Saya datangi gurunya)” Nah, itu salah satu contohnya kita yang “menyuapi” solusi.
Trus, gimana donk sebaiknya sikap kita?
Tanyakan pada anak, berapa jumlah gurunya. Misal jawabnya 12. Lalu tanya lagi berapa yang tidak menyukainya, pasti tidak mungkin semuanya donk.. Katakanlah jawabannya dua, maka open mind anak kita bahwa masih ada 10 guru yang bersikap baik padanya. Kemudian, pancing anak untuk mencari solusi dengan pertanyaan, “Kira-kira apa yang bisa Kakak lakukan agar guru yang tadi menyukai Kakak?” Jika anak menjawab rajin mengerjakan PR, tidak mengobrol di kelas, dan sebagainya, tutup dialog dengan, “Oke, besok kita coba ya..!”
Keempat, MALAS. Malas disini bukan malas memandikan atau tidak mau menemani bermain, melainkan suka mengancam dan nyukurin. Berkaitan dengan poin kedua tadi, mengancam ternyata merupakan wujud dari kemalasan orangtua untuk berdialog dengan anak untuk mencapai tujuan. Maunya instan.
Anak disuruh mandi tidak mau, lalu diancam mainan barunya akan dibuang (eh, ini siapa ya?). Sebetulnya bisa kan dibujuk dulu untuk memandikan mainannya.
Suka nyukurin anak juga salah satu wujud dari orangtua malas. Ancaman yang menjadi nyata karena ketidaksengajaan (misal anak jatuh) lalu kita menimpali, “Tuh, apa Mama bilang!” seharusnya bisa diganti dengsan kalimat yang lebih konstruktif seperti, “Biar besok nggak jatuh lagi, sebaiknya kita gimana Kak?”
Kesalahan pengasuhan lainnya, antara lain tidak mengambil tanggung jawab (alias ngeles), labeling, fokus pada kekurangan serta fokus pada dunia.
Gimana, ada berapa yang sudah pernah kita lakukan? Kalau saya sih, hampir semua pernah, baik sengaja maupun tidak. Karena tidak ada manusia yang sempurna, saya harus bisa memaafkan diri saya sendiri dan selalu berusaha memperbaiki kesalahan.
Karena itu, saya suka sekali ikutan seminar parenting, baca buku parenting, dan follow akun-akun parenting di medsos. Itu cara termudah untuk menimba ilmu walau prakteknya memang luarrrr biasa challenging. Jadi orangtua itu mengubah diri bener, ya..