Sabtu 18 Jun 2022 07:20 WIB

Alasan Mengapa Dengki Diperbolehkan terhadap Dua Golongan Ini

Dengki atau hasud merupakan salah satu penyakit hati yang berbahaya

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi dengki terhadap orang kaya yang sedekah. Dengki atau hasud merupakan salah satu penyakit hati yang berbahaya
Foto: REPUBLIKA
Ilustrasi dengki terhadap orang kaya yang sedekah. Dengki atau hasud merupakan salah satu penyakit hati yang berbahaya

REPUBLIKA.CO.ID, Hasad berbahaya bagi kehidupan manusia. Dari sisi kehidupan sosial, hasad bisa menyulut ketegangan di masyarakat hingga terjadi konflik sosial

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ahmad Zubaidi, mengatakan tentu sifat hasad akan mengganggu hubungan manusia dengan manusia lainnya karena bisa menimbulkan permusuhan, hubungan sosial yang tidak baik.

Baca Juga

“Sehingga menyebabkan kerenggangan dalam kehidupan bermasyarakat. Kalau hasad dalam komunitas yang lebih luas lagi juga dikhawatirkan bisa menjadi penyebab konflik sosial dan lain-lain dan ini bisa menyebabkan kehidupan menjadi tidak menyenangkan," kata kiai Zubaidi, kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.  

Kiai Zubaidi mengatakan pada diri orang yang hasad terdapat kebencian, ketidaksukaan pada orang lain yang mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan. 

Orang yang terjangkit hasad juga bisa sampai mengakibatkan orang lain menaruh dendam kepada saudaranya bahkan menurut, Kiai Zubaidi, sifat hasad seringkali menjadi motif perbuatan kriminal atau melanggar hukum positif dan hukum agama.  

Karena itu, Kiai Zubaidi mengajak umat untuk selalu memanjatkan doa agar terhindar dari sifat hasad yang merugikan diri dan menzalimi orang lain. 

Menurut Kiai Zubaidi orang yang dalam hatinya menyimpan hasad hingga meninggal maka dapat menjadi penyebab masuk ke dalam neraka kendati pun semasa hidup di dunia banyak melakukan ibadah. Sebab pahala ibadahnya hangus karena dampak sifat hasad yang ada pada dirinya telah menzalimi orang lain.  

"Bila ibadah kita kuat dan masih menyimpan hasad berarti ibadah kita belum memberi dampak positif terhadap pembersihan hati kita. Maka seorang Muslim dituntut agar ibadahnya berimplikasi pada hati sehingga tak mudah terjebak hasad," katanya.  

Meski begitu menurut kiai Zubaidi para ulama membolehkan seseorang memiliki hasad pada dua jenis manusia. Yakni hasad terhadap orang kaya yang menggunakan hartanya di jalan Allah SWT seperti bersedekah dan lainnya dan terhadap orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya pada orang lain. Hal ini sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Abdullah bin Masud RA berikut: 

حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Alquran dan sunnah), dia menunaikan dan mengajarkannya.”   

Dengan begitu, seseorang akan termotivasi untuk lebih semangat dalam membelanjakan harta untuk kemaslahatan agama dan bersemangat menambah ilmu dan mengamalkannya.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement