REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani, menyambut baik apresiasi dunia terhadap kinerja Indonesia dalam menangani pelanggaran HAM berat di Paniai Papua.
Jaleswari mengatakan, Presiden Joko Widodo secara khusus memerintahkan Menkopolhukam dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyelesaikan pelanggaran HAM.
“Sebagai langkah awal adalah penanganan kasus Paniai yang terjadi pada masa awal pemerintahan Presiden Jokowi,” kata Jaleswari, dikutip dari siaran pers KSP pada Sabtu (18/6/2022).
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Paniai Papua yang terjadi 2014 silam. Berkas perkara atas nama terdakwa IS ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar pada Rabu (15/6/2022).
Masuknya kasus HAM Paniai ke pengadilan mendapat apresiasi dunia. Komisi Tinggi PBB untuk HAM Michelle Bachelet menyampaikan apresiasi tersebut secara langsung kepada Menkopolhukam Mahfud MD saat berkunjung ke Dewan HAM PBB dan Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa Swiss.
Jaleswari menilai, apresiasi PBB tersebut menjadi cermin dari keberhasilan Indonesia dalam mengkonsolidasikan seluruh stakeholder dalam penanganan pelanggaran HAM. Konsolidasi tersebut terwujud dengan terbentuknya forum rapat bersama kementerian/lembaga, pegiat HAM, dan organisasi masyarakat sipil Peduli HAM.
“Ini tindaklanjut dari arahan Presiden Joko Widodo pada pidato kenegaraan di MPR pada 16 Agustus 2020, bahwa HAM harus diarusutamakan dalam kebijakan pemerintah pusat dan daerah,” ujar Jaleswari.
Ia menegaskan, masalah HAM menjadi isu prioritas dan strategis Presiden yang harus dikawal. Dalam hal ini, kata dia, KSP bersama Kemenko Polhukam dan K/L terkait terus menguatkan konsolidasi untuk meningkatkan kinerja HAM di Indonesia.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan penanganan secara yuridis kasus Paniai dapat menjadi pembuka bagi penyelesaian pelanggaran HAM berat lainnya, baik secara yudisial melalui proses peradilan maupun non yudisial.
Ia menyadari, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu tidak mudah dan memiliki kompleksitas. Meski begitu, pemerintah tidak berhenti dan terus mengupayakan penyelesaiannya.
“Termasuk mengupayakan suatu gugus tugas penanganannya melalui Keputusan Presiden, serta pengajuan kembali RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang baru, setelah UU KKR 2004 dibatalkan oleh MK pada 2006,” jelas Jaleswari.