Sabtu 18 Jun 2022 15:07 WIB

Sepertiga Penduduk Sudan Hadapi Krisis Kelaparan

Lebih dari 30 persen penduduk Sudan saat ini menghadapi krisis pangan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Lebih dari 30 persen penduduk Sudan saat ini menghadapi krisis pangan. Ilustrasi.
Foto: EPA
Lebih dari 30 persen penduduk Sudan saat ini menghadapi krisis pangan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM - Lebih dari 30 persen penduduk Sudan saat ini menghadapi krisis pangan. Berbagai faktor muncul seperti pengaruh guncangan iklim, gejolak politik, dan kenaikan harga pangan global.

Laporan bersama oleh Program Pangan Dunia PBB (WFP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian mencatat, 15 juta orang menghadapi kerawanan pangan akut di seluruh 18 provinsi negara Afrika Timur itu. Kerawanan pangan akut didefinisikan terjadi ketika ketidakmampuan seseorang mengonsumsi makanan yang cukup menempatkan hidup atau mata pencaharian mereka dalam bahaya langsung.

Baca Juga

"Efek gabungan dari konflik, guncangan iklim, krisis ekonomi dan politik, kenaikan biaya, dan panen yang buruk mendorong jutaan orang lebih dalam ke dalam kelaparan dan kemiskinan," kata perwakilan WFP di Sudan,  Eddie Rowe seperti dikutip laman Aljazirah, Jumat (17/6/2022).

Kondisi kehidupan memburuk dengan cepat di seluruh Sudan yang sudah kekurangan uang sejak kudeta militer pada Oktober. Krisis ini menambah beban negara karena ekonomi yang sudah rapuh ditambah invasi Rusia ke Ukraina menambah penderitaan ekonomi.

WFP memperingatkan, kerawanan pangan di antara orang-orang Sudan dapat secara dramatis meningkat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Dan pada akhirnya menyebabkan lebih banyak konflik dan pengungsian kecuali jika Sudan menerima dukungan kuat dengan input pertanian," kata Eddie Rowe.

Laporan bersama juga mencatat, tingkat pendanaan gagal memenuhi kebutuhan kemanusiaan di Sudan. Sebagaimana tercatat, 40 persen populasi diperkirakan akan mengalami kerawanan pangan pada September.

"Kita harus bertindak sekarang untuk menghindari peningkatan tingkat kelaparan dan untuk menyelamatkan nyawa mereka yang sudah terkena dampak," kata Rowe.

Dalam pernyataan terpisah, Plan International, Save the Children, UNICEF, dan World Vision memperingatkan tiga juta anak-anak Sudan di bawah usia lima tahun menderita kekurangan gizi akut. Sedangkan sekitar 375 ribu bisa meninggal tahun ini tanpa pengobatan.

Pengambilalihan militer pada 25 Oktober lalu menjungkirbalikkan transisi Sudan ke pemerintahan demokratis setelah tiga dekade penindasan dan isolasi internasional di bawah Presiden Omar al-Bashir. Sudan berada di jalan yang rapuh menuju demokrasi sejak pemberontakan rakyat memaksa militer untuk menggulingkan al-Bashir dan pemerintahannya pada April 2019.

Protes pekanan sejak kudeta menimbulkan tindakan keras yang telah merenggut lebih dari 100 nyawa dan melukai ribuan orang lainnya. Kudeta itu juga menghentikan upaya pemerintah sipil yang digulingkan selama dua tahun untuk merombak ekonomi dengan miliaran dolar dalam bentuk pinjaman dan bantuan dari pemerintah besar Barat dan lembaga keuangan internasional. Dukungan semacam itu dihentikan setelah kudeta.

Sudan terjerumus ke dalam krisis ekonomi ketika wilayah kaya minyak itu memisahkan diri pada 2011 usai beberapa dekade perang saudara. Negara tersebut menjadi daftar internasional sebagai sponsor teroris Amerika pada 1990-an. Ini menyebabkan Sudan dikeluarkan dari ekonomi global hingga mencegah pinjaman dari lembaga global seperti Dana Moneter Internasional.

Mantan presiden Donald Trump menghapus Sudan dari daftar hitam setelah pemerintah transisi setuju membayar 335 juta dolar AS sebagai kompensasi bagi para korban serangan yang dilakukan jaringan Alqaidah Usamah bin Ladin saat dia tinggal di Sudan. Penghapusan itu juga merupakan insentif bagi Sudan untuk menormalkan hubungan dengan Israel.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement