REPUBLIKA.CO.ID, WARSAW -- Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menyatakan, dukungan publik yang melimpah di seluruh Eropa untuk jutaan orang yang melarikan diri dari perang di Ukraina dapat menunjukkan perubahan sikap terhadap pengungsi. Jumlah orang yang mengungsi akibat konflik atau penganiayaan secara global telah melampaui 100 juta.
"Kami sangat penuh harapan," kata asisten UNHCR Gillian Triggs.
Lebih dari 6,5 juta orang telah pergi sejak Rusia menginvasi Ukraina hampir empat bulan lalu. Banyak dari pengungsi itu yang menemukan akomodasi di rumah pribadi atau hotel, serta di perumahan yang disponsori pemerintah.
Sebuah survei oleh lembaga jajak pendapat Ipsos juga menunjukkan pada Jumat (17/6/2022), dunia telah menjadi lebih berbelas kasih terhadap pengungsi. Temuan itu dikatakan menunjukkan perang di Ukraina telah meningkatkan keterbukaan publik kepada orang-orang yang melarikan diri dari perang atau penindasan.
Sekitar 78 persen orang di 28 negara percaya bahwa mereka yang melarikan diri dari konflik atau penganiayaan harus dapat berlindung di negara lain. Jumlah ini naik dari 70 persen dalam survei pada 2021.
Lebih sedikit orang juga percaya perbatasan harus sepenuhnya ditutup untuk pengungsi, dengan 36 persen setuju dibandingkan 50 persen tahun sebelumnya. Hasil ini sebagian mencerminkan penurunan kekhawatiran terkait pandemi virus Corona.
Triggs mengatakan, beberapa tingkat kelelahan mungkin terjadi dan memperingatkan pemerintah untuk bersiap untuk menampung kembali warga Ukraina setelah akomodasi swasta mengering. "Kami melihat belas kasih ini secara global untuk situasi di Ukraina karena sangat mengerikan. Kami mulai melihat beban yang dibebankan kepada pemerintah lokal dan nasional," katanya.
Menurut Triggs, pengalaman membantu orang-orang yang melarikan diri dari Ukraina akan membantu orang Eropa bersiap menghadapi peningkatan jumlah imigran yang meninggalkan rumah karena perubahan iklim di masa depan. "Sebelum Ukraina, Eropa jelas tidak siap untuk ini," katanya.
"(Itu) sedang bersiap untuk melawan peningkatan jumlah ... Saya membayangkan akan ada pemikiran ulang seperti apa masa depan. Mereka harus merencanakan pergerakan orang yang berkelanjutan, terutama yang berkaitan dengan iklim," ujarnya.
Migrasi telah menjadi salah satu masalah kebijakan yang paling memecah belah di Eropa selama bertahun-tahun. Uni Eropa menghadapi tekanan yang meningkat dari orang-orang yang melarikan diri dari konflik dan kemiskinan di Timur Tengah dan Afrika.
Survei Ipsos tentang sikap terhadap pengungsi mensurvei 20.505 orang dari 28 negara, termasuk Australia, Argentina, Cina, Prancis, Inggris, Polandia, Swedia, Turki, dan Amerika Serikat. "Sikap menjadi lebih baik sejak tahun lalu di sebagian besar negara yang disurvei, menunjukkan bahwa krisis Ukraina telah meningkatkan keterbukaan publik terhadap pengungsi dan membalikkan beberapa kekhawatiran yang ditimbulkan oleh pandemi," kata Ipsos.
Sebuah laporan terpisah oleh badan PBB menunjukkan pada Kamis (16/6/2022), bahwa sekitar 89,3 juta orang mengungsi secara paksa di seluruh dunia sebagai akibat dari penganiayaan, konflik, pelecehan dan kekerasan pada akhir 2021. Sejak itu, jutaan lainnya telah meninggalkan Ukraina atau mengungsi di dalam perbatasannya, dengan kenaikan harga terkait dengan ekspor biji-bijian yang diblokir akan memicu lebih banyak migrasi terjadi.