REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA 00 Sebuah studi dari King's College London mengungkap bahwa varian omicron lebih kecil kemungkinannya menyebabkan long Covid dibandingkan delta atau varian lain yang sebelumnya dominan di Inggris. Kesimpulan itu didapat setelah menganalisis lebih dari 100 ribu pasien yang mencatat gejala Covid-19 mereka di aplikasi Covid ZOE yang dikembangkan oleh universitas.
Lebih dari 56 ribu partisipan terinfeksi oleh varian omicron pada periode Desember 2021 hingga Maret 2022. Selain itu, ada lebih dari 41 ribu partisipan yang terinfeksi varian delta pada periode Juni 2021 hingga November 2021.
Dari data yang terhimpun di aplikasi ZOE, tim peneliti menemukan bahwa varian delta membawa risiko long Covid yang lebih tinggi dibandingkan varian omicron. Sebagai perbandingan, risiko long Covid dari varian omicron adalah 4,5 persen, sedangkan dari varian delta adalah 10,8 persen.
Dalam laporan yang diterbitkan di The Lancet, penulis studi mengatakan bahwa secara keseluruhan risiko terjadinya long Covid akibat varian omicron sangat rendah dibanding delta. Temuan ini dinilai sebagai kabar baik karena menunjukkan adanya penurunan risiko long Covid.
Seperti diketahui, omicron memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi dibandingkan Ddlta. Andaikan risiko long Covid akibat omicron sama seperti delta, akan ada "ledakan" kasus long Covid di antara para penyintas.
Di sisi lain, lebih rendahnya risiko long Covid pada omicron bukan berarti tidak mengkhawatirkan. Mengingat luasnya penyebaran, ada lebih banyak orang yang terdampak oleh omicron dibandingkan delta.
"Jadi jumlah absolut keseluruhan dari orang-orang yang akan terkena long Covid, sayangnya, tetap akan meningkat," jelas salah satu peneliti dan ahli epidemiologi dari King's College London, Claire Steves, seperti dilansir WebMD, Ahad (19/6/2022).
Belum diketahui mengapa risiko long Covid pada omicron lebih rendah dibandingkan delta. Akan tetapi, Steves dan koleganya meyakini bahwa penurunan risiko ini dipengaruhi oleh kecenderungan omicron yang lebih sering menyebabkan gejala ringan.
Steves dan koleganya juga menilai temuan ini perlu menjadi pertimbangan bagi para pemimpin untuk mengambil keputusan terkait protokol kesehatan Covid-19 di tempat publik. Hal serupa juga diungkapkan oleh David Putrino PhD yang kerap menangani kasus long Covid di Mount Sinai.
Menurut Putrino, kebijakan seperti menghapus kewajiban menggunakan masker di pesawat atau tak perlu adanya syarat vaksinasi untuk memasuki ruang publik tertutup masih berisiko. Kebijakan seperti itu tak hanya dapat meningkatkan risiko masyarakat untuk terinfeksi Covid-19, tetapi juga berisiko untuk mengalami long Covid.
"Itu (keputusan) tidak bijaksana dan kana menciptakan disabilitas jangka panjang yang sebenarnya tak perlu ada," jelas Putrino.