REPUBLIKA.CO.ID, — Tujuan tasawuf adalah untuk membebaskan manusia dari penjara kemajemukan menuju kodratnya yang utuh lagi suci. Ketika manusia memegang teguh kodratnya dan menjadi diri sendiri seutuhnya, saat itu pula ia mencapai kebahagiaan hakiki di dunia ini dan di akhirat nanti.
Namun, di era modern seperti saat ini, manusia seringkali terbius akan godaan-godaan dunia dan acapkali abai akan kehidupan akhirat dan Tuhan. Nilai-nilai spiritualitas manusia semakin tergerus. Karena itu, kajian Tasawuf menjadi penting untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai spiritualitas yang terkikis habis itu.
Dalam bukunya, Living Sufism yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Abdul Hadi menjadi “Tasawuf Dulu dan Sekarang”, Seyyed Hossein Nasr, menjelaskan tasawuf merupakan suatu kabar dari yang kekal mengenai perkara yang tetap dan langgeng dalam diri manusia.
Oleh karena itu, menurut dia, sebagaimana jalan-jalan keruhanian yang lain, tasawuf kekal dan tetap terukur dalam susunan jiwa manusia. Manusia datang dan pergi, tetapi tasawuf tak berubah dan transenden seperti lengkung langit.
Sebagai dimensi terdalam dari wahyu keislaman, tasawuf sesungguhnya merupakan upaya yang luhur bagi tercapainya tauhid.
Menurut tokoh cendekiawan asal Iran itu, setiap Muslim yakin akan kesatuan, sebagaimana terungkap dalam pengertian paling universal dalam syahadat (laa ilaaha illallah).
Namun, hanya orang yang telah melaksanakan rahasia-rahasia tauhid yang mengetahui maksud dari pernyataan ini, yakni kaum sufi. Hanya sufi yang menyaksikan Tuhan di mana-mana.
Dalam kenyataan seluruh rancangan tasawuf, menurut Hossein Nasr, jalan keruhanian atau tarekat bertujuan untuk membebaskan manusia dari penjara kemajemukan, untuk mengobati manusia dari kemunafikan dan membuat manusia kian utuh. Sebab, hanya dengan menjadi utuh manusia bisa menjadi suci.
Melalui pengkajian yang cukup menyentuh, buku ini tidak hanya mengulas tentang tujuan tasawuf, tapi juga membahas tentang Islam dan pertemuan agama-agama. Menurut Hossein Nasr, sudah kodratnya tasawuf memenuhi syarat dalam menyelidiki masalah kesatuan tersembunyi yang melatari berbagai bentuk agama.
Penulis menegaskan bahwa hanya tasawuf satu-satunya aspek dari Islam yang bisa memberi jawaban seadil-adilnya mengenai persoalan agama itu sendiri. Begitu pula, dengan adanya pengaruh kehidupan modern yang semakin meluas di dunia Islam membuat studi perbandingan agama, yang benar-benar serius menajadi kebutuhan yang amat mendesak.