REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengungkapkan saat ini keterwakilan perempuan di legislatif baru mencapai angka 21 persen. Namun, angka ini masih lebih kecil dibandingkan kuota keterwakilan 30 persen perempuan.
"Meski sudah menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, angka keterwakilan perempuan dalam politik masih belum mencapai critical mass atau jumlah minimal yang diperlukan untuk menciptakan perubahan, yaitu rata-rata kuota 30 persen," kata Bintang dalam keterangan pers, Sabtu (18/6/2022).
Padahal Bintang menyebut 49,42 persen penduduk Indonesia adalah perempuan. Bahkan sekitar 54 persennya berada dalam usia produktif. Berdasarkan data tersebut, ia meyakini seharusnya perempuan memiliki peran penting dalam pembangunan.
"Sehingga perempuan harus terdidik, berdaya, dan setara kedudukannya agar dapat berkarya dalam berbagai bidang untuk memberikan banyak manfaat bagi pembangunan," ujar Bintang.
Walau demikian, Bintang menemukan data masih terjadinya ketimpangan akses, partisipasi, kontrol, serta manfaat hasil pembangunan antara perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu, Bintang menilai perlu ditetapkannya prioritas dalam mengurai permasalahan perempuan dan anak.
"Tahun 2020-2024, Presiden Republik Indonesia telah mengamanatkan lima prioritas isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang saling terkait satu sama lain," kata Bintang.
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Nora Idah Nita mengatakan, saat ini terdapat satu Kabupaten di Aceh yang telah mencapai kuota keterwakilan perempuan di legislatif, yaitu Kabupaten Aceh Tamiang. "Sebelas dari 30 kursi di DPR Kabupaten Aceh Tamiang diduduki oleh perempuan. Hal ini patut diapresiasi dan dicontoh,” ujar Nora.
Pasalnya, Nora menyebut kebijakan pembangunan membutuhkan peran strategis perempuan. Sehingga perempuan harus dilibatkan secara aktif dalam perumusan kebijakan terkait berbagai isu yang berkembang di tengah masyarakat. “Perempuan tidak hanya menjadi objek dari berbagai program pembangunan, tetapi justru menjadi subjek pembangunan. Perempuan tidak hanya diposisikan sebagai penerima manfaat, namun sebagai aktor utama dalam membangun negara dan bangsa," kata Nora.