REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim menyoroti fenomena kembali naiknya kasus Covid-19 dalam beberapa hari terakhir. Dia pun meminta pemerintah untuk segera mengkaji penerapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada tahun ajar 2022/2023 yang akan dimulai satu bulan lagi alias Juli 2022.
Satriawan mengatakan, ada tiga hal yang memicu kekhawatiran pihaknya terkait pelaksanaan PTM. Pertama, kenaikan kasus Covid-19 yang telah membuat angka positivity rate melebihi standar WHO.
Untuk diketahui, setalah dua bulan melandai, kasus baru Covid-19 kembali mencapai 1.000 kasus lebih per hari dalam lima hari terakhir. Khusus hari ini, positivity rate berada di angka 5,8 persen, sedangkan ambang batas aman menurut WHO adalah 5 persen.
Kedua, mulai merebaknya virus corona subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Tanah Air. Dua subvarian tersebut diketahui pula lebih cepat menular dibanding subvarian pendahulunya.
Ketiga, munculnya sejumlah kasus Hepatitis akut pada anak-anak. Apalagi, penyebab dan cara penularannya sampai sekarang masih misterius.
Dengan adanya tiga fenomena itu, kata Satriawan, seharusnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama, dan pemerintah daerah sudah mulai mengkaji penerapan PTM pada Juli.
Adapun P2G, kata dia, mendorong agar pembelajaran dilaksanakan secara hybrid dengan komposisi 50 persen tatap muka dan 50 persen daring, apabila positivity rate masih di atas 5 persen pada Juli. "Sekali lagi, kalau positivity rate sudah di atas 5 persen, maka PTM 100 persen perlu ditinjau ulang," kata Satriawan kepada Republika, Ahad (19/6).
Jika positivity rate sudah di bawah 5 persen, lanjut dia, P2G meminta pelaksanaan PTM tahun ajaran baru diawasi secara ketat. Sebab, pelaksanaan protokol kesehatan mulai diabaikan di banyak sekolah akhir-akhir ini, sebagaimana dilaporkan anggota P2G di daerah-daerah. "Sekolah-sekolah itu tdak lagi patuh 3M dan 5M. Yang tadinya wajib cek suhu tubuh, sekarang sudah mulai kendor, bahkan tidak ada. Penggunaan masker juga sudah tidak disiplin," ujarnya.
Menurutnya, siswa hingga tenaga pendidik abai protokol kesehatan karena menganggap pandemi sudah usai. Pemikiran semacam itu dipicu oleh pernyataan Presiden Joko Widodo yang memperbolehkan masyarakat tidak memakai masker di ruang terbuka yang tak ramai.
Sementara itu, masyarakat menilai PTM adalah salah satu kebijakan bermanfaat. Hal ini merupakan hasil survei nasional Lembaga Indikator Politik Indonesia terkait kebijakan Kemendikbudristek. Lebih dari 80 persen responden menganggap PTM sebagai kebijakan bermanfaat.