REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H Maming dicegah bepergian ke luar negeri. Pencegahan dilakukan terkait kasus dugaan korupsi yang saat ini tengah disidik KPK.
"Betul (dicegah) berlaku sejak 16 Juni 2022 sampai dengan 16 Desember 2022," kata Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi, Achmad Nur Saleh di Jakarta, Senin (20/6/2022).
Dia mengatakan, pencegahan berpergian ke luar negeri itu diterapkan Imigrasi terhadap Mardani Maming selama enam bulan. Pencekalan dilakukan guna kepentingan penyidikan perkara.
Meski demikian, KPK hingga kini masih belum terbuka terkait kasus yang dugaan korupsi yang saat ini menjerat Mardani Maming. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan bahwa kasus yang menjerat mantan bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Secara resmi belum kami umumkan karena seperti yang kawan-kawan tahu kami akan mengumumkan ketika sudah ada upaya paksa penahanan, tujuannya apa? Untuk memberikan kepastian kepada para tersangka," kata Alex.
Mardani Maming juga sempat diperiksa KPK hingga 12 jam pada Kamis (2/6/2022) lalu. Saat itu dia mengaku dikonfkrmasi terkait masalahnya dengan pemilik PT Jhonlin Group Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.
Mardani Maming sebelumnya juga sempat menjadi saksi terkait izin penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011. SK tersebut terkait Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Dalam kasus itu, adik Direktur Utama PT PCN bernama Cristian Soetio menyebut jika Mardani menerima Rp 89 miliar. Cristian yang menjabat sebagai Direktur PT PCN saat ini menyebut aliran dana itu diterima melalui perusahaan yang sebagian besar sahamnya milik Mardani, yakni PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).