Senin 20 Jun 2022 18:55 WIB

BRIN: Peta Jalan Pajak Karbon Pertimbangkan Kesiapan Sektor Prioritas

Indonesia harus melindungi pasar karbon agar tak dimanfaatkan negara penghasil karbon

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Kawasan hijau (ilustrasi). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan peta jalan (roadmap) pajak karbon harus mempertimbangkan kesiapan sektor prioritas seperti sektor ketenagalistrikan, dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.
Foto: Dok. Web
Kawasan hijau (ilustrasi). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan peta jalan (roadmap) pajak karbon harus mempertimbangkan kesiapan sektor prioritas seperti sektor ketenagalistrikan, dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan peta jalan (roadmap) pajak karbon harus mempertimbangkan kesiapan sektor prioritas seperti sektor ketenagalistrikan, dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.

"Peta jalan pajak karbon selain memprioritas pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), juga harus mempertimbangkan kesiapan sektor prioritas dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat," kata Kepala Pusat Riset Ekonomi Sirkuler BRIN Umi K Yaumidin dalam Webinar Pajak Karbon, Menuju Era Inovasi dan Investasi Hijau yang diikuti secara virtual di Jakarta, Senin (20/6/2022).

Baca Juga

Dalam dokumen NDC atau komitmen setiap negara pihak terhadap Persetujuan Paris (Paris Agreement), Indonesia menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen secara mandiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Kajian yang dilakukan oleh para peneliti di Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler BRIN menyatakan peta jalan pajak karbon juga harus mempertimbangkan perkembangan pasar karbon dan disinkronkan dengan peta jalan pasar karbon. Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki potensi pasar utama dan pasar karbon di dunia.

Umi menuturkan kajian tersebut juga menekankan Indonesia harus melindungi pasar karbon agar tidak dimanfaatkan oleh negara maju penghasil emisi karbon. Hasil kajian singkat itu juga menyatakan target mewujudkan bursa perdagangan karbon domestik di Indonesia perlu didukung baik dari sisi regulasi maupun penyiapan skema perdagangan karbon dalam negeri yang memberi manfaat bagi lingkungan dan perekonomian.

Sementara Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobotani BRIN Anang Setiawan Achmadi menuturkan, berdasarkan hasil kajian, secara umum semangat terhadap penerapan pajak karbon/pungutan atas karbon perlu didukung seluruh pemangku kepentingan. Ia mengatakan dukungan diberikan dalam rangka pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC), pengendalian emisi emisi GRK, mendorong investasi hijau, mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim, mendorong pertumbuhan berkelanjutan, serta mendorong internalisasi biaya eksternalitas.

Sebelumnya, pemungutan pajak karbon yang semula direncanakan dilakukan mulai 1 April 2022, akan diundur menjadi Juli 2022. Tujuan utama dari penerapan pajak karbon adalah mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement