REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto mendesak pemerintah meningkatkan volume dan besaran subsidi solar dalam APBN 2023. Sebab, ia melihat setelah pandemi Covid-19 melandai, kegiatan sektor industri masih terkendala akan pasokan dan harga solar di berbagai daerah.
Padahal, menurut dia, kebutuhan akan BBM solar untuk industri dan transportasi akan meningkat. Tanpa adanya kenaikan jumlah pasokan, tentu ini akan menimbulkan kerawanan bagi terjadinya kelangkaan BBM.
“Hal ini penting, agar beban kenaikan harga minyak dunia tidak langsung ditimpakan kepada masyarakat berupa kenaikan harga solar, namun beban tersebut ditanggung oleh pemerintah yang betindak sebagai shock absorber atas kenaikan harga energi dunia,” ujar Mulyanto, Senin (20/6/2022).
Politisi fraksi PKS ini mengusulkan kepada pemerintah agar subsidi pada tahun 2023 untuk BBM jenis solar ini dinaikkan dari Rp 500 per liter menjadi Rp 3.500 per liter, untuk menyesuaikan dengan kenaikan ICP (harga minyak mentah Indonesia) yang menyentuh angka USD 100 per barel. Diakuinya, pembahasan terkait besaran subsidi tetap solar ini, memang cukup alot. Mengingat tambahan anggaran ini relatif besar.
Namun demikian, akhirnya Komisi VII DPR dan Menteri ESDM sepakat pada angka subsidi tetap solar sebesar Rp 3.000 per liter. Dengan angka tersebut, berarti terjadi kenaikan subsidi solar sebanyak enam kali lipat dari subsidi tetap solar yang ada sekarang, yakni sebesar Rp 500 per liter.
"Pemerintah menyetujui angka subsidi solar ini. Dengan catatan bahwa akan dilaksanakan pembatasan penggunaan BBM solar agar tepat sasaran," kata Mulyanto.
Rapat Kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM berhasil menyepakati Asumsi Dasar Sektor ESDM RAPBN Tahun 2023. Rinciannya, ICP sebesar 90-110 USD/barel, volume solar bersubsidi 16,5-17 juta kilo liter, volume LPG 3 kilogram 8.00-8.50 juta MTon, subsidi tetap minyak solar (gas oil 48) Rp 3.000 per liter, dan subsidi listrik sebesar Rp 69-72 triliun.