Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dwi Puji Anggraini

Mengenal Karakteristik dan Sastrawan Indonesia dari Generasi ke Generasi

Sastra | Tuesday, 21 Jun 2022, 14:49 WIB

Salah satu warisan spiritual Indonesia yang paling dibanggakan merupakan sastra. Hingga saat ini, jutaan karya sastra telah diterbitkan, tersebar dalam beberapa periode. Dalam setiap periodisasi terdapat tokoh-tokoh fenomenal yang namanya masih tercium sampai ketika ini.
Meski belum terdapat kesepakatan formal, para pakar meyakini bahwa periodisasi sastra di Indonesia dimulai dari Pujangga Lama. Periode ini mengacu pada karya sastra yang lahir sebelum abad ke-20.
Setelah periode Pujangga lama, berbagai periode sastra baru dimulai menggunakan karya-karya dan nama-nama penulis yang karya-karyanya masih dikenang pada zaman modern.
Sejak zaman para pujangga lama, dunia sastra Indonesia sudah berpindah ke zaman Balai Pustaka. Generasi ini terutama menghasilkan karya-karya sastra bergenre romance. Periode Balai Pustaka dimulai pada 1920-1930.
Adanya karya-karya pemerintah Belanda saat itu menciptakan sebagian besar pengarang dalam masa itu dikuasai sang orang Sumatera. Hal ini menciptakan karya sastra Balai Pustaka sebagai bahasa dataran tinggi yg kental.
Era Balai Pustaka
Untuk pengembangan sastra Indonesia, berdirinya Balai Pustaka menaruh kesempatan dan kesempatan pada rakyat Indonesia untuk berkarya dan memperoleh bacaan yg sehat. Balai Pustaka menaruh dorongan untuk maju pada bidang komposisi atau menulis.
Nama-nama penulis populer saat itu adalah Armijn Pane, M. Kasim, Nur Sutan Iskandar, Marah Rusli, Asrul Sani, Hans Bague Jassin dan Amir Hamzah. Salah satu karya fenomenal dalam era Balai Pustaka merupakan novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli.
Era Pujangga Baru
Nama Pujangga Baru berasal dari majalah sastra dan budaya “Poedjangga Baroe” terbit pada 29 Juli 1933. Salah satu karya sastra penyair generasi baru yang masih fenomenal merupakan karya Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisyahbana.
Ciri-karakteristik karya sastra Pujangga Baru yang membedakannya dengan periode lainnya adalah tema persatuan, nasionalisme, & rasa kebangsaan, beberapa sastrawan dalam generasi ini mengangkat informasi emansipasi perempuan, alirannya dianggap romantisme idealis, sastrawan mengimplikasikan idealisme pada karya-karya mereka.
Biasanya para penulis zaman Pujangga baru bekerja tanpa campur tangan pemerintah kolonial Belanda. Nama-nama penulis besar yang hidup pada masa penyair baru merupakan: Ali Hasymi, J.E Tatengkeng, Selasih, Mozasa, Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane & Armijn Pane.
Angkatan 45
Jenis-jenis karya sastra periode ini bersifat realistis, di mana konteks penulisan lebih krusial daripada kaidah bahasa. masa ini banyak melahirkan penulis-penulis hebat indonesia yang masih terkenal.
Ciri-ciri karya sastra angkatan 45 yang membedakan dengan periode lainnya adalah sebagai berikut: bentuknya bebas, tidak terikat kaidah kebahasaan. temanya diangkat dari realitas, sehingga terkesan natural. lebih ekspresif.
Nama-nama tokoh yang menandai masa sastra generasi ke-45 merupakan chairil anwar, pramoedya ananta toer, usmar ismail, ida nasution, utuy tatang sontani, balfas, j.e. tatengkeng & asrul sani. salah satu karya sastra yang fenomenal dalam era ini merupakan kumpulan puisi chairil anwar berjudul aku.
Angkatan 50
Angkatan 50 merupakan transisi tertulis dari perang ke perdamaian. Hal ini pula disebutkan oleh Andri Wicaksono dalam bukunya The Study of Fiction Prosa. Karya sastra generasi 50 tahun biasanya didominasi oleh gugusan cerpen dan puisi.
Karakteristik angkatan kerja generasi 45 dan 50 tidak jauh berbeda. Hanya usaha politik yg menciptakan sastra berbeda.
Penulis Indonesia yang berhasil mengukir karya terbaiknya pada tahun 1950-an merupakan penulis muda misalnya Taufik Ismail, Umar Kayam, Goenawan Mohamad, WS Rendra, NH Dini, Sapardi Djoko Damono dan masih banyak lagi.
Angkatan 70-an
Sastrawan dalam periode sastra 70-an biasanya lebih berani melakukan eksperimen. Angkatan 70-an lahir lantaran titik tolak menurut sesuatu yang bersifat tradisional. Pada periode ini penerbitan perlahan bangkit dan mencetak karya para sastrawan. Beberapa sastrawan Indonesia dalam era 70-an masih didominasi oleh sastrawan menurut generasi 50-an yang pada tahun 70-an sudah lebih dewasa, misalnya Putu Wijaya, Arifin C. Noer, Sutardji Calzoum Bachri, Iwan Simatupang, Danarto, & Rendra.
Angkatan 2000
Memasuki angkatan 2000 gaya bersastra semakin mengandalkan kekuatan literasi dan menyampaikan cerita secara estetik. Banyak nama sastrawan Indonesia yang lahir dan besar dalam periode sastra 2000-an. Tokoh-tokoh tadi merupakan Ayu Utami, Afrizal Malna, Andrea Hirata, Habiburrahman El Shirazy, & masih poly lagi.
Karya Sastra Era Digital
Selain pengaruh waktu, karya sastra juga dapat terpengaruh oleh perkembangan teknologi agar tidak tersingkir. Berkat kemajuan teknologi, istilah cyber literature pun muncul.
Sastra siber menurut definisi adalah karya tulis dalam berbagai genre yang didistribusikan melalui media elektronik seperti Wattpad, PlukMe, Cabaca, dan Webtoon. Meski kehadiran sastra siber sering kontroversial, ia memiliki penggemarnya sendiri, terutama di kalangan milenial.
Selain kontroversi seputar sastra siber, harus diakui bahwa keberadaan sastra jenis ini juga telah meruntuhkan sekat-sekat yang ada selama ini. Kini karya tulis dapat dinikmati langsung melalui perangkat, pelacakan waktu menjadi lebih mudah dan sederhana.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image