REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan industri rokok menargetkan anak-anak sebagai sasaran pemasarannya."Industri rokok ini bahkan secara sengaja menargetkan anak-anak sebagai target market mereka. Anak-anak usia SD sudah disasar untuk jadi perokok," kata Yusuf Wibisono dalam acara 'Epidemi Rokok & Masa Depan Pengendalian Tembakau di Indonesia' yang diikuti di Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Pihaknya mengatakan semakin muda seseorang mulai merokok, maka semakin besar peluang orang tersebut menjadi perokok di masa depan.Yusuf mengatakan ancaman kesehatan bagi anak-anak Indonesia adalah perokok usia anak dan anak-anak yang tinggal di rumah dengan ayah perokok.
Tidak hanya menyasar pada anak, industri rokok juga menyasar perempuan sebagai konsumennya.Meski demikian prevalensi merokok pada perempuan di Indonesia rendah yang disebabkan faktor budaya dan sanksi sosial.
Namun seiring melemah-nya stigma sosial dan pengaruh budaya asing, termasuk iklan dan promosi rokok, prevalensi merokok pada perempuan kini meningkat."Meski masih rendah, namun kecenderungan ini menandai transformasi perempuan dari perokok pasif menjadi perokok aktif. Selain membahayakan diri sendiri, perokok perempuan juga akan membahayakan janin dan bayinya," katanya.
Dia menambahkan bahwa selama pandemi Covid-19, jumlah perokok justru meningkat."Prevalensi merokok justru meningkat selama pandemi, bahkan di kalangan penduduk miskin," kata Yusuf.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), jumlah perokok pada 2019 ada 57,2 juta orang. Pada 2021, bertambah 2,1 juta orang menjadi 59,3 juta perokok dan pengeluaran masyarakat untuk rokok meningkat dari Rp 344,4 triliun menjadi Rp 365,7 triliun.
"Per tahun masyarakat habiskan triliunan untuk membeli rokok," katanya.