Rabu 22 Jun 2022 11:11 WIB

Pemkot Malang Terbitkan Aturan Pelaksanaan Qurban Selama Wabah PMK

Malang mendorong masyarakat menggunakan RPH-R untuk pemotongan hewan qurban

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Nur Aini
Pedagang menyemprotkan cairan disinfektan di tenda penjualan hewan kurban, ilustrasi
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pedagang menyemprotkan cairan disinfektan di tenda penjualan hewan kurban, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 32 Tahun 2022. Surat yang ditandatangani Wali Kota Malang, Sutiaji ini berisi kegiatan pelaksanaan Idul Adha dan qurban selama wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Pada aturan tersebut, Sutiaji memastikan pelaksanaan sholat Idul Adha berjamaah selama PPKM Level 1 tetap dilaksanakan. Jumlah maksimal jamaah antara lain maksimal 100 persen dari kapasitas tersedia.

Baca Juga

“Terpenting menerapkan protokol kesehatan dengan memperhatikan pengaturan teknis dari Kemenag dan Inmendagri,” kata Sutiaji.

Sutiaji juga memberikan aturan mengenai pelaksanaan qurban, penjualan dan pemotongan hewan qurban selama PMK. Kegiatan itu pada prinsipnya harus tetap menerapkan prokes Covid-19.

Adapun untuk tempat pelaksanaan pemotongan hewan, Sutiaji mendorong masyarakat menggunakan Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R). Namun, dia pada dasarnya membolehkan masyarakat menggunakan fasilitas di luar RPH-R dengan persyaratan tertentu.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 03/SE/PK.300/M/5/2022, panitia yang melaksanakan pemotongan hewan kurban di luar RPH-R wajib memenuhi sejumlah ketentuan. Pertama, pemotongan bisa dilakukan setelah panitia melaporkan hal tersebut melalui tautan http://bit.ly/HewanKurban22 kepada dinas terkait.

Berikutnya, hewan qurban harus memenuhi persyaratan Islam, administrasi dan teknis.  Persyaratan syariat islam berarti hewan qurban harus sehat, tidak cacat, tidak kurus, berjenis kelamin jantan, dan cukup umur. Kemudian untuk persyaratan administrasi berarti hewan qurban harus memiliki Sertifikat Veteriner (SV) atau Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKKH).

Untuk persyaratan teknis, kata Sutiaji, ini berarti hewan qurban harus dinyatakan sehat. Hal ini setidaknya berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan hewan. “Yang dilakukan dokter hewan atau paramedik veteriner di bawah pengawasan dokter hewan berwenang,” ucapnya.

Hewan sehat yang dimaksud antara lain tidak menunjukkan gejala klinis PMK. Beberapa di antaranya seperti lesu, lepuh pada mulut dan hidung serta kuku. Kemudian hewan dipastikan tidak mengeluarkan air liur berlebihan.

Sutiaji juga mengimbau panitia untuk memisahkan hewan sakit atau diduga sakit. Kemudian melaporkan hal tersebut kepada Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Malang.

Selain itu, panitia juga harus bertanggung jawab dan mengawasi proses pemotongan hewan qurban. Dalam hal ini, termasuk saat mengawasi penanganan daging, jeroan dan limbah.

Panitia juga diminta melakukan pembersihan dan desinfeksi terhadap tempat pemotongan hewan. Proses serupa juga harus dilakukan pada seluruh peralatan yang digunakan. “Termasuk pada petugas yang melakukan proses pemotongan hewan,” ujarnya.

Hal terpenting, kata dia, yakni pelaksanaan kurban selama PMK harus mengoptimalkan peran dokter hewan dan paramedik veteriner. Kemudian juga perlu melibatkan juru sembelih halal dan petugas terkait lainnya yang berada di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement