Disnakkeswan: Jateng Masih Surplus Hewan Kurban
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Hewan Kurban (Ilustrasi) | Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kendati sejumlah daerah masih menghadapi penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Jawa Tengah masih surplus hewan kurban. Sehingga masyarakat yang akan berkurban tidak perlu khawatir dengan ketersediaan hewan kurban.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) memastikan saat ini Jawa Tengah surplus sebanyak 26.620 ekor, dari potensi hewan kurban di Jawa Tengah yang mencapai 399.302 ekor.
Sementara untuk kebutuhan hewan kurban di Jawa Tengah mencapai 372.682 ekor. "Untuk itu, masyarakat tidak perlu khawatir dengan ketersediaan hewan kurban untuk hari raya Idul Adha nanti," kata Kepala Disnakkeswan Provinsi Jawa Tengah, Agus Wariyanto, Rabu (22/6/2022).
Disnakkeswan Provinsi Jawa Tengah, jelas dia, juga terus melakukan langkah-langkah pencegahan dan penyehatan kembali hewan ternak yang terindikasi PMK, dalam upaya membantu menyiapkan hewan ternak yang layak unguk dijadikannhewan kurban.
Berdasarkan data Disnakkeswan Provinsi Jawa Tengah, hingga Rabu ini, jumlah hewan ternak yang terduga mengalami gejala PMK mencapai 23.487 ekor. Sebanyak 300 di antaranya dinyatakan positif PMK, melalui uji medis veteriner.
Dari jumlah ternak terduga PMK, sebanyak 20.254 ekor telah mendapatkan pengobatan dan dari penanganan ini sebanyak 4.949 ekor telah dinyatakan membaik. Sedangkan sebanyak 259 ekor di antaranya sudah dipotong dan 116 ekor di antaranya mati.
Sehingga sampai hari ini masih tersisa sebanyak 18.163 ekor yang masih dalam proses penanganan oleh petugas kesebatan hewan di masing- masing daerah. "Ini gambaran kondisi PMK di Jawa Tengah sampai saat ini," katanya.
Agus menambahkan, berdasarkan Fatwa MUI terkait wabah PMK, dibedakan menjadi dua jenis, yakni hewan ternak yang bergejala berat dan bergejala ringan. Untuk hewan ternak yang bergejala ringan masih bisa dijadikan sebagai hewan kurban dan sah.
"Kalau untuk hewan- hewan ternak yang bergejala berat, seperti sampai lempoh (red; lumpuh) kukunya sudah copot tidak bisa, dijadikan untuk hewan kurban. Jadi batasannya sudah sangat jelas," ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan penutupan sejumlah pasar hewan yang hingga saat ini masih berlangsung di beberapa daerah, Agus Wariyanto menyebut hal ini menjadi kewenangan masing-masing kabupaten/kota.
Namun ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut diambil untuk mencegah penyebaran transmisi PMK yang lebih luas. "Hanya saja langkah- langkah ini juga harus diikuti dengan penjagaan lalu lintas hewan ternak, terutama antar daerah," katanya.