Jumat 24 Jun 2022 04:23 WIB

Sak dan Mud dalam Satuan Takaran dan Timbangan Modern

Para fukaha mengkonversi sak dan mud ke satuan ukuran timbangan ritil (pon) Bagdad.

Red: Ani Nursalikah
Seorang petani membawa karung beras saat panen di sawah di Bogor, Indonesia, 16 Februari 2022. Sak dan Mud dalam Satuan Takaran dan Timbangan Modern
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Seorang petani membawa karung beras saat panen di sawah di Bogor, Indonesia, 16 Februari 2022. Sak dan Mud dalam Satuan Takaran dan Timbangan Modern

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Dalam hadis-hadis Nabi saw sering disebut beberapa macam satuan takaran terkait ketentuan syariah, baik mengenai masalah ibadah maupun muamalat. Misalnya, takaran sak terkait dengan kewajiban membayar zakat fitrah untuk mengakhiri puasa Ramadan.

Baca Juga

Takaran mud terkait dengan pembayaran fidyah atas wanita hamil dan menyusui yang mendapat rukhsah untuk tidak berpuasa Ramadan. Terkait dengan zakat kekayaan (mal) disebutkan nisabnya lima wasak.

Begitu pula dalam aspek muamalat disebutkan ketentuan-ketentuan hukum syariah terkait tiga jenis takaran di atas. Dalam tulisan ini pembicaraan dibatasi pada dua jenis takaran terkait dengan puasa Ramadhan, yaitu sak untuk menentukan zakat fitrah dan mud terkait fidyah dan kafarat Ramadan, yang sering dipertanyakan masyarakat.

Beberapa hadis Nabi saw yang menyebutkan dua jenis satuan sukatan adalah, pertama, hadis Ibn ‘Umar yang menyatakan bahwa Rasulullah saw mewajibkan pembayaran satu sak tamar atau jewawut atas setiap orang Muslim,

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ [رواه مسلم].

Dari ‘Abdullh Ibn ‘Umar [diriwayatkan] bahwa Raulullah saw mewajibkan membayar zakat fitrah guna mengakhiri Ramadan atas setiap jiwa orang Muslim, baik orang merdeka maupun hamba, orang laki-laki maupun perempuan, atau anak kecil maupun orang dewasa, sebanyak satu sak tamar atau satu sak syair (jewawut) [HR Muslim].

Kedua, hadis Ibn ‘Umar juga tentang fidyah yang harus dibayar oleh ibu hamil dan menyusui yang tidak menjalankan puasa Ramadan lantaran khawatir atas kesehatan dirinya dan bayinya, yaitu sebanyak satu mud gandum hintah.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ الْمَرْأَةِ الْحَامِلِ إِذَا خَافَتْ عَلَى وَلَدِهَا وَاشْتَدَّ عَلَيْهَا الصِّيَامُ فَقَالَ تُفْطِرُ وَتُطْعِمُ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيناً مُدّاً مِنْ حِنْطَةٍ بِمُدِّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [رواه مالك والشافعي].

Dari Ibn ‘Abdullah Ibn ‘Umar [diriwayatkan] bahwa ia ditanya tentang wanita hamil apabila merasa khawatir atas janinnya dan merasa berat untuk menjalankan puasa (Ramadan) dan beliau menjawab, “Wanita itu boleh berbuka (tidak berpuasa) dan memberi makan satu orang miskin untuk satu hari tidak berpuasa sebanyak satu mud dengan mud Nabi saw” [HR Mālik dan asy-Syāfiʻī].

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement