Banjir Rob Pantura Butuh Solusi Permanen
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Foto udara ratusan pekerja industri kawasan pelabuhan berjalan menembus banjir limpasan air laut ke daratan atau rob yang merendam kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Senin (20/6/2022). Banjir rob dengan ketinggian bervariasi hingga mencapai 70 sentimeter itu disebabkan oleh tingginya pasang air laut serta dugaan adanya resapan air laut yang masuk melalui sejumlah titik di kawasan tersebut. | Foto: ANTARA/Aji Styawan
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Munculnya kembali genangan banjir rob di kawasan pesisir utara Semarang dan pesisir utara Jawa Tengah lainnya memerlukan upaya-upaya penanganan yang lebih jelas. Sehingga genangan banjir rob tidak menjadi problem lingkungan di kawasan pesisir yang terus berulang setiap tahun dan cara-cara maupun solusi penanganannya juga tidak permanen.
Hal ini diungkapkan anggota Komisi D DPRD Provinsi Jateng, Arifin Mustofa, menanggapi banjir rob yang kembali terjadi di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang, dalam beberapa hari terakhir.
Menurutnya, meskipun tidak sampai separah banjir rob sebelumnya yang juga diakibatkan oleh jebolnya tembok penahan air laut, namun harus ada solusi permanen seeta perbaikan dari pemerintah daerah setempat.
Jika tidak ada solusi yang permanen, maka banjir rob pasti akan kembali mengintai dan menjadi problem menahun di kawasan pesisir utara tersebut Semarang dan Jateng.
Maka kondisi ini harus menjadi catatan, jangan sampai terus menerus 'dibiarkan' dan harus segera ada solusi (perbaikan) dari kondisi yang selama ini terjadi, di kawasan pelabuhan tersebut.
"Paling tidak untuk meminimalisir terjadinya banjir rob yang lebih parah di kawasan khusus perekonomian yang ada di wilayah Pelabuhan Tanjung Emas," tegas Arifin di Semarang.
Arifin menilai, banjir rob sebelumnya disebut lebih parah akibat tanggul/tembok penahan air laut jebol saat puncak pasang air laut terjadi, hingga memperparah genangan di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas.
Namun sebenarnya kondisi sehari-hari juga perlu perhatian. “Terlebih bagi pemerintah, jangan sampai kegiatan perekonomian di sana terganggu, karena masalah banjir rob yang semakin para," tegasnya.
Terlebih, kawasan tersebut merupakan kawasan strategis bagi perekonomian yang sekaligus juga menjadi kawasan untuk mendukung kegiatan investasi yang ada di Jateng.
Di sisi lain, Arifin juga mengingatkan agar jangan sampai pembangunan di sekitar kawasan pesisir utara seperti Jalan Tol Semarang-Demak, memunculkan anggapan di masyarakat menjadi penyebabnya.
Walaupun sebenarnya, rencana penanggulangan banjir dan rob sudah direncanakan pemerintah dengan membangun tanggul laut sekaligus sebagai jalan tol.
"Namun bila tidak tersampaikan kepada masyarakat dengan baik, maka justru bisa menambah ke khawatiran masyarakat hingga dianggap sebagai penyebab parahnya kondisi pesisir," tambahnya.
Maka, lanjut Arifin, solusi jangka panjang dan jangka pendek perlu dirumuskan yang lebih matang dan terpadu. Bukan parsial, atau menyelesaikan masalah satu per satu, tetapi akhirnya juga satu per satu menimbulkan masalah baru.
Persoalan banjir dan rob di pesisir Kota Semarang merupakan perpaduan antara bencana dan problem ekologis. Dikatakan bencana karena dapat terjadi karena adanya kondisi lingkungan yang semakin rusak.
Sementara bencana ekologis karena ulah manusia yang semakin memperparah kondisi alam dan lingkungan. Untuk itu, ia mendesak pemerintah, khususnya pemerintah provinsi untuk turun dan membantu Pemkot Semarang dalam penanggulangan banjir rob.
Peran masyarakat yang terus membudidayakan dan menanam mangrove sebagai upaya meminimalisir banjir dan rob di kawasan pesisir perlu terus didukung. Namun, pembangunan tanggul laut yang direncanakan juga harus segera direalisasikan.
Seperti halnya di Kota Pekalongan, skema untuk mewujudkan ini perlu dukungan dari pemerintah pusat. “Maka pemerintah provinsi perlu memfasilitasi membangun komunikasi ke pusat agar segera diwujudkan langkah penanganan bersama yang lebih permanen dan solutif,” jelas dia.