REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden China Xi Jinping pada Rabu (22/6/2022) mengatakan, konflik di Ukraina telah meningkatkan alarm bagi masalah kemanusiaan. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, China masih mengambil posisi netral.
China telah menolak untuk mengkritik perang Rusia di Ukraina atau bahkan menyebutnya sebagai invasi untuk menghormati Moskow. China mengutuk sanksi Barat terhadap Rusia. China juga menuduh Barat memprovokasi Moskow.
“Krisis Ukraina menjadi alarm bagi umat manusia. Negara-negara pasti akan berakhir dalam kesulitan keamanan jika mereka menaruh kepercayaan buta pada posisi kekuatan mereka, memperluas aliansi militer, dan mencari keselamatan mereka sendiri dengan mengorbankan orang lain," ujar kantor berita resmi Xinhua mengutip Xi.
Berbicara pada pembukaan forum bisnis virtual negara-negara BRICS yang terdiri Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, Xi mengatakan menjatuhkan sanksi dapat bertindak sebagai “bumerang” dan “pedang bermata dua". Xi menambahkan, komunitas global akan menderita karena mempolitisasi dan mempersenjatai tren ekonomi global, serta arus keuangan.
Xi mengatakan, China akan berusaha untuk mengurangi kerusakan pada rantai pasokan internasional yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Kebijakan luar negeri China yang semakin tegas dan dorongan untuk mendominasi pasar global telah memicu reaksi balik di Amerika Serikat, dan Eropa. Termasuk seruan untuk mengganti pemasok dan mengurangi ketergantungan pada ekonomi China. Xi menyerukan kepada seluruh negara-untuk bekerja sama dalam masalah rantai pasok.
“Globalisasi ekonomi adalah persyaratan objektif untuk pengembangan kekuatan produktif dan tren sejarah yang tak tertahankan. Mundur dalam sejarah dan mencoba menghalangi jalan orang lain hanya akan menghalangi jalan Anda sendiri pada akhirnya,” kata Xi.