REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkembangan teknologi informasi di dunia terus berkembang secara masif. Pengguna internet di Indonesia saja saat ini sudah mencapai 202 juta. Perubahan gaya hidup menjadi serba digital menawarkan kemudahan dan kepraktisan dalam melakukan berbagai aktivitas.
Kemudian masyarakat semakin nyaman dan percaya dalam melakukan aktivitas keuangan digital yang selama ini dianggap berisiko tinggi. Di sisi tingginya aktivitas digital juga membuka potensi buruk seperti penipuan dan pencurian akun sehingga masyarakat memerlukan pemahaman terkait keamanan digital.
Flexing merupakan perilaku memamerkan kekayaan, termasuk pamer yang berlebih-lebihan akan pencapaian. Fenomena flexing di media sosial ini menjadi genre tersendiri dan sangat populer.
Beberapa contoh dari perilaku flexing adalah berfoto dengan barang mewah milik pribadi, membagikan foto barang mewah, memamerkan foto pribadi dengan pencapaian yang dimiliki, menulis tentang kisah tentang kekayaan yang dimiliki.
"Berlebihan berbagi di media sosial akan rentan dengan peretasan data pribadi," ujar Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al-Azhar Indonesia, Cut Meutia Karolina, dalam siaran pers, Kamis (23/6/2022).
Lebih lanjut dia mengatakan, flexing akan membawa kerugian jika kebablasan. Salah satunya informasi penting yang bocor secara tidak sengaja dari ketidaksadaran sewaktu berlebihan membagikan informasi di media sosial, padahal perlindungan data pribadi sebagai aspek keamanan digital. Secara nyata perilaku flexing akan mempermudah pelaku kejahatan di dunia maya melakukan aksinya. Ibarat pemilik rumah memberikan kunci untuk membobol rumah kepada pelaku kejahatan.
Perilaku flexing yang biasanya tanpa sadar dilakukan ikut mengungkap data pribadi yang sering menjadi konten. Antara lain pengungkapan data KTP, data Ijazah, identitas lengkap vaksinasi, foto lengkap kartu kredit, foto lengkap kartu keluarga, termasuk data kesehatan.
Tak hanya terkait dengan perilaku pamer di media sosial. Keamanan digital yang turut menjadi perhatian saat aktivitas berinternet semakin masif adalah berbelanja online.
Pegiat Literasi Digital dan Dosen Fikom Universitas Pancasila, Anna Agustina, mengungkapkan interaksi pengguna internet di Indonesia semakin tinggi untuk belanja online. Bahkan kini generasi milenial sudah terbiasa untuk bertransaksi membeli game online.
Menurutnya pengguna sering kali kurang detail memerhatikan izin layanan saat mengundu aplikasi di mana biasanya pihak pengelola meminta akses. Begitu juga penekanan pada kerahasiaan password, alamat email, nomor telepon, rekening bank dan berbagai jenis data yang mungkin bocor hingga bisa dimanfaatkan untuk kejahatan di dunia maya.
"Ingat kembali bahwa keamanan digital sebagai proses untuk memastikan pengguna layanan digital baik secara daring dan luring dapat dilakukan secara aman. Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki, melainkan juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia," kata Anna.
Semua itu diutarakan dalam webinar Makin Cakap Digital 2022 segmen pendidikan DKI Jakarta dan Banten Webinar tersebut merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Siber Kreasi.
Kegiatan itu juga merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan empat pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.