Jumat 24 Jun 2022 13:38 WIB

Jatim Terima 360 Ribu Dosis Vaksin PMK

Jatim mendapatkan jatah vaksin paling banyak dari dibanding daerah lainnya.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ilham Tirta
Dokter hewan menyiapkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk hewan ternak (ilustrasi).
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Dokter hewan menyiapkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk hewan ternak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menerima 360 ribu dosis vaksin untuk mengatasi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Kepala Pusat Veteriner Farma (Pusvetma), Edy Budi Susila menjelaskan, itu merupakan vaksin darurat yang didatangkan pemerintah pusat dari luar negeri sambil menunggu hasil vaksin yang sedang dikembangkan pihaknya.

Edy menjelaskan, Jatim mendapatkan jatah vaksin paling banyak dari pemerintah pusat dibanding daerah lainnya. Pemerintah pusat mendatangkan tiga juta dosis vaksin PMK dari luar negeri secara bertahap. Saat ini baru datang 800 ribu dosis.

Baca Juga

"Jatim ini mendapatkan 360 ribu dosis. Ada mekanisme distribusi vaksin ini, yakni Dinas Peternakan Jatim ke Dinas Peternakan kabupaten/ kota,” kata Edy, Jumat (24/6/2022).

Edy mengingatkan, vaksin yang diterima harus selalu disimpan melalui rantai dingin dengan suhu dua hingga delapan derajat, termasuk saat pendiatribusian ke daerah-daerah. Edy mengatakan, menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha, vaksin yang diterima akan diberikan kepada sapi yang sehat. Artinya, hewan-hewan ternak yang akan digunakan untuk kurban akan divaksin terlebih dulu.

“Vaksin ini diberikan secara gratis. Kalau ada yang memberikan obat tradisional, saya kurang begitu paham. Hanya saja, logikanya obat tradisional ini kan bisa meningkatkan daya tahan tubuh, kalau daya tahan tubuh meningkat pasti akan sembuh," ujarnya.

Edy menjelaskan, untuk vaksin yang diproduksi Pusvetma, saat ini masih dalam proses pembuatan. Terkahir kali Pusvetma membuat vaksin PMK secara mandiri adalah pada 1986. Kemudian tahun yang sama Kementerian Pertanian mendeklarasikan bahwa Indonesia sudah bebas PMK. Deklarasi tersebut kemudian diajukan kepada lembaga kesehatan hewan dunia, yang waktu evakuasinya membutuhkan waktu empat tahun.

"Sehingga Indonesia dinyatakan bebas PMK tahun 1990,” ujarnya.

Edy menambahkan, sejak dinyatakan bebas dari PMK ini, Pusvetma sudah tidak lagi memproduksi vaksin. Menurutnya, untuk memproduksi vaksin mandiri ini membutuhkan waktu yang lama. Apalagi peralatan yang digunakan untuk membuat vaksin mandiri pada wabah PMK tahun 1980-an, sudah tidak bisa digunakan lagi saat ini.

“Untuk vaksin yang mandiri ini akan diluncurkan pada akhir Agustus. Karena memang proses pembuatannya membutuhkan waktu yang panjang. Terkait pembiayaan sudah ada dari APBN,” kata dia.

Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur, Agatha Retnosari mengaku kurang lega dengan alokasi vaksin yang diterima Jatim, yang hanya 360 ribu dosis. Hanya saja, kata dia, untuk mendatangkan vaksin impor ini juga tidak bisa langsung. “Dan untuk vaksin mandiri ini prosesnya juga lama dan tidak bisa dimajukan,” ujarnya.

Agatha mendesak Pemerintah Jawa Timur segera mengeluarkan dana darurat atau belanja tidak terduga (BTT). Dana tersebut menurutnya harus segera cair untuk membantu para peternak. Selain itu, harus ada edukasi terhadap para peternak terkait vaksinasi.

"Nah inilah yang membuat peternak enggan karena berpengaruh terhadap harga jual. Karena biasanya sapi yang ditindik itu kan identik dengan sapi bantuan, nah inilah yang harus kita edukasi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement