Jawa Timur Terima 360 Ribu Dosis Vaksin PMK
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Vaksin hewan ternak khusus penyakit mulut dan kuku (PMK) telah tiba di Tanah Air, Ahad (12/6/2022) pukul 15.30 WIB. | Foto: Kementan
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menerima 360 ribu dosis vaksin untuk mengatasi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Kepala Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Edy Budi Susila menjelaskan, vaksin ini merupakan vaksin darurat yang didatangkan pemerintah pusat dari luar negeri sambil menunggu hasil vaksin yang sedang dikembangkan pihaknya.
Edy pun menjelaskan, Jatim mendapatkan jatah vaksin paling banyak dari pemerintah pusat dibanding daerah lainnya. Pemerintah pusat mendatangkan tiga juta dosis vaksin PMK dari luar negeri yang datang secara bertahap. Saat ini baru datang 800 ribu dosis.
"Jatim ini mendapatkan 360 ribu dosis. Ada mekanisme distribusi vaksin ini, yakni Dinas Peternakan Jatim ke Dinas Peternakan kabupaten/kota,” kata Edy, Jumat (24/6).
Edy mengingatkan, vaksin yang diterima harus selalu disimpan melalui rantai dingin dengan suhu 2 hingga 8 derajat, termasuk saat pendistribusian ke daerah-daerah. Edy mengatakan, menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha, vaksin yang diterima akan diberikan kepada sapi-sapi yang sehat. Artinya, hewan-hewan ternak yang akan digunakan untuk kurban akan divaksin terlebih dulu.
“Vaksin ini diberikan secara gratis. Kalau ada yang memberikan obat tradisional, saya kurang begitu paham. Hanya saja logikanya obat tradisional ini kan bisa meningkatkan daya tahan tubuh, kalau daya tahan tubuh meningkat pasti akan sembuh," ujarnya.
Edy menjelaskan, untuk vaksin yang diproduksi Pusvetma, saat ini masih dalam proses pembuatan. Terakhir kali, Pusvetma membuat vaksin PMK secara mandiri adalah pada 1986. Kemudian tahun yang sama Kementerian Pertanian mendeklarasikan Indonesia sudah bebas PMK. Deklarasi tersebut kemudian diajukan kepada lembaga kesehatan hewan dunia, yang waktu evakuasinya membutuhkan waktu empat tahun.
"Sehingga Indonesia dinyatakan bebas PMK tahun 1990,” ujarnya.
Edy menambahkan sejak dinyatakan bebas dari PMK ini, Pusvetma sudah tidak lagi memproduksi vaksin. Menurutnya, untuk memproduksi vaksin mandiri ini membutuhkan waktu yang lama. Apalagi peralatan yang digunakan untuk membuat vaksin mandiri pada wabah PMK tahun 1980-an, sudah tidak bisa digunakan lagi saat ini.
“Untuk vaksin yang mandiri ini akan diluncurkan pada akhir Agustus. Karena memang proses pembuatannya membutuhkan waktu yang panjang. Terkait pembiayaan sudah ada dari APBN,” kata dia.
Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur Agatha Retnosari mengaku kurang lega dengan alokasi vaksin yang diterima Jatim, yang hanya 360 ribu dosis. Hanya saja, kata dia, untuk mendatangkan vaksin impor ini juga tidak bisa langsung. “Dan untuk vaksin mandiri ini prosesnya juga lama dan tidak bisa dimajukan,” ujarnya.
Agatha mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur segera mengeluarkan dana darurat atau belanja tidak terduga (BTT). BTT tersebut menurutnya harus segera cair untuk membantu para peternak. selain itu harus ada edukasi terhadap para peternak terkait vaksinasi. Karena setelah divaksin biasanya sapi akan diberi tanda pada telinganya.
"Nah inilah yang membuat peternak enggan karena berpengaruh terhadap harga jual. Karena biasanya sapi yang ditindik itu kan identik dengan sapi bantuan, nah inilah yang harus kita edukasi,” ujarnya.