Jumat 24 Jun 2022 18:15 WIB

Beban APBN Sangat Berat, Skema Pembelian Pertalite Segera Diatur Ketat

Menurut Jokowi, beban APBN menyubsidi BBM mencapai Rp 502 triliun.

Red: Andri Saubani
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite ke sepeda motor konsumen di SPBU Imam Bonjol, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (24/6/2022). Berdasarkan data PT Pertamina (Persero) Patra Niaga Regional Kalimantan, konsumsi BBM jenis Pertalite di Palangka Raya mengalami peningkatan sebesar 18 persen yaitu dari 6.427 kiloliter pada Januari-Maret menjadi 7.595 kiloliter pada April-Mei 2022.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite ke sepeda motor konsumen di SPBU Imam Bonjol, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (24/6/2022). Berdasarkan data PT Pertamina (Persero) Patra Niaga Regional Kalimantan, konsumsi BBM jenis Pertalite di Palangka Raya mengalami peningkatan sebesar 18 persen yaitu dari 6.427 kiloliter pada Januari-Maret menjadi 7.595 kiloliter pada April-Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Intan Pratiwi, Antara

Dalam sepekan terakhir, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali menyinggung beratnya beban APBN saat ini. Pandemi Covid-19 dan kondisi geopolitik global menyusul perang Rusia-Ukraina menjadi penyebab.

Baca Juga

Pada acara Silaturahmi Tim Tujuh Relawan Jokowi di E-Convention Ancol, Jakarta Utara, pada Sabtu (11/6/2022), Jokowi mengungkap 'hilangnya' APBN akibat pandemi Covid-19. Nilainya mencapai Rp 1.400 triliun. 

"Covid dua tahun ini menghapuskan anggaran kita, hampir Rp 1.400 triliun hilang. Negara lain juga sama, menganggarkan duit yang gede sekali, hilang," kata Jokowi.

Lalu saat pandemi sudah mulai mereda, negara masih harus menghadapi tantangan lainnya akibat perang di Ukraina dan Rusia. Sehingga upaya pemulihan ekonomi yang akan dilakukan pun kembali terhambat.

"Karena dua hal tadi, karena Covid, kemudian karena perang menjadikan semuanya menjadi tidak pasti, menjadi semuanya tidak jelas," ujarnya.

Kondisi saat inipun menyebabkan terjadinya lonjakan harga di semua negara. Kendati demikian, Jokowi bersyukur karena pemerintah masih mampu mengendalikan lonjakan sejumlah harga.

Ia pun kemudian mencontohkan terjadinya kenaikan harga BBM di dalam negeri. Di Indonesia, harga Pertalite masih Rp 7.650 per liter dan harga Pertamax Rp 12.500. Sementara di Amerika Serikatm (AS), harga BBM sudah mencapai Rp 19.400, bahkan di Singapura mencapai Rp 33 ribu.

"Bayangkan kalau Pertalite jadi Rp 33 ribu, pasti demo semuanya, bener nggak? Oleh sebab itu, dengan sekuat tenaga, kita pertahankan harga ini," lanjut Jokowi.

Ongkos untuk mencegah gejolak berujung demonstrasi jika harga BBM naik, kata Jokowi, tidaklah murah. Subsidi untuk menutup selisih harga BBM agar tetap murah itu mencapai Rp 502 triliun. 

Menurut Jokowi, tidak ada negara lain yang berani memberikan subsidi sebesar ini. Meskipun demikian, lanjutnya, pemerintah tetap memutuskan untuk memberikan subsidi karena perekonomian masyarakat masih belum pulih akibat terdampak pandemi Covid-19.

"Memang yang berat itu APBN, APBN menjadi berat karena subsidinya sekarang untuk BBM, Pertalite, Pertamax, Solar, Elpiji, subsidinya menjadi Rp 502 triliun. Gede sekali," ujar Presiden saat menghadiri pembukaan Kongres Nasional ke-32 dan Sidang Majelis Permusyawaratan Anggota ke-31 Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Samarinda, Rabu (22/6/2022).

Selain masalah energi, Jokowi juga menyebut subsidi diberikan untuk urusan pangan. Ia mencontohkan harga beras yang masih terjangkau di dalam negeri jika dibandingkan negara lainnya. Di Indonesia, harga beras rata-rata sebesar Rp 10 ribu. Sementara di AS, kata dia, sudah mencapai Rp 52 ribu.

"Bayangkan kalau harga beras di sini menjadi Rp 52 ribu, demo setahun nggak rampung-rampung, bener nggak? Ini yang perlu saya sampaikan biar kita semuanya tahu. Oleh sebab itu, kita pertahankan harga beras supaya tidak naik, harga BBM juga tidak naik," ucap Jokowi.

"Tetapi kita juga harus ingat APBN itu ada keterbatasannya. Ini akan terus kencengin sampai akhir tahun entah dengan cara apa, sampai akhir tahun kita kencengin supaya yang tadi saya sebutkan itu tidak naik dengan subsidi," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement