REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jajaran Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan enam karyawan Holywings Indonesia sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama terkait promosi minuman keras (miras) yang mencatut nama Muhammad dan Maria. Keenam tersangka tersebut berinisial EJD (laki-laki 27), NDP (perempuan 36), DAD (laki-laki 27), AAB (perempuan 25) dan AAM (perempuan 25)
“Dari hasil penyelidikan lalu dinaikkan ke penyidikan tadi siang, kami tetapkan enam orang tersangka, semuanya orang yang bekerja di pada HW (Holywings),” ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (26/6/2022).
Menurut Budhi, dalam kasus ini masing-masing tersangka memiliki peran sesuai dengan desk job-nya. Mulai EJD (laki-laki 27) selaku direktur kreatif perannya mengawasi empat divisi. Kemudian NDP (perempuan 36) selaku head tim promotion yang berperan mendesain program dan meneruskan ke tim kreatif.
Selanjutnya DAD (laki-laki 27) desain grafis, EA (perempuan 22) admin tim promo yang mengupload konten ke media sosial, AAB (perempuan 25) sosial officer yang mengupload sosial media terkait Holywings, AAM (perempuan 25) admin tim promo yang bertugas memberikan request kepada tim kreatif dan memastikan sponsor untuk event-event di Holywings.
“Adapun motif para tersangka adalah mereka membuat konten tersebut untuk menarik pengunjung untuk datang ke HW khususnya yang presentase penjualanya di bawah target 60 persen,” kata Budhi.
Menurut Budhi, pengungkapan kasus ini berawal dari patroli siber, dan dari hasil patroli Satreskrim Polres Jakarta Selatan didapatkan bahwa konten tersebut dikeluarkan secara resmi oleh pihak Holywings. Lalu, pihaknya membuat laporan polisi model A, karena pada saat itu belum ada yang melaporkan kepada kepolisian terkait konten promosi miras yang diduga bermuatan penistaan agama.
“Kami sudah berinisiatif untuk menjemput bola sebelum kasus ini ramai. Kemudian kami langsung bergerak, kami menemukan bahwa ada beberapa karyawan di HW tersebut yang membuat kemudian meng-upload, kemudian beredar luas di media sosial,” tutur Budhi.
Akibat perbuatannya, para tersangka yang diamankan dikenakan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU RI Nomor 1 tahun 1946 dan juga Pasal 156 atau 156 A KUHP. Para tersangka terancam hukuman kurungan penjara selama maksimal 10 tahun. Pasal 156 dan Pasal 156A KUHP itu merupakan pasal penodaan agama. Adapun, pasal 28 ayat 2 UU ITE terkait larangan ujaran kebencian terkait suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).