Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Belajar dari Kemenangan Perang Yarmuk

Agama | Saturday, 25 Jun 2022, 09:14 WIB

Perang Yarmuk terjadi pada awal masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, beberapa bulan setelah wafatnya Rasulullah saw. Menurut Ibnu Hisyam, perang ini terjadi pada tahun 13 setelah hijrah Rasulullah saw dari Makkah ke Madinah atau sekitar 634 M.

Peperangan yang dipimpin Khalid bin Walid ini disebut perang Yarmuk karena peperangan ini berlangsung di sebuah lapangan terbuka dekat sungai Yarmuk. Dalam peperangan ini, pasukan tentara muslim dapat mengalahkan pasukan Romawi.

Tiga puluh enam ribu pasukan muslim dapat memukul mundur pasukan 240.000 prajurit Romawi. Kondisi ini membuat gusar Heraklius, pemimpin Romawi pada waktu itu. Betapa tidak, pasukan muslim yang jumlahnya sedikit dengan persenjataan yang tak begitu lengkap dapat mengalahkan pasukan Romawi bersenjata lengkap yang jumlahnya hampir delapan kali lebih besar daripada pasukan muslim.

Secara Imani, kemenangan ini benar-benar merupakan pertolongan Allah. Sebelum peperangan berlangsung, seluruh pasukan muslim benar-benar memohon kepada Allah agar diberi pertolongan dan kekuatan.

Abu Sufyan bin Harb yang menjadi bagian dari tentara muslim dibawah panji putranya Yazid bin Abu Sufyan berujar di hadapan pasukan muslim, “Allah, Allah! Sesungguhnya kalian adalah para penjaga kehormatan Arab dan para penolong Islam. Dan sesungguhnya, mereka para prajurit Romawi adalah penjaga kehormatan Romawi dan para pembela kemusyrikan. Ya Allah, sesungguhnya ini adalah hari di antara hari-hari-Mu, maka turunkanlah pertolongan-Mu kepada hamba-hamba-Mu” (Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabari, Tarikh Thabari, Taarikh Ar Rusul wal Muluk, Juz III : 397).

Secara ikhtiar manusiawi, Khalid bin Walid sebagai panglima perang sepakat dengan seluruh pasukan untuk mengatur dan menggunakan strategi peperangan yang belum digunakan dalam peperangan di dataran Arab sebelumnya. Strategi tersebut adalah dengan membentuk beberapa kurdus (pasukan kuda bersenjata lengkap). Setiap kurdus terdiri dari 1000 orang prajurit yang dipimpin seorang komandan umum.

Khalid bin Walid menerapkan manajemen pertempuran sebaik mungkin. Ia mendelegasikan tugas kepada setiap bagian yang dipimpin seorang koordinator yang benar-benar mumpuni pada bidangnya agar mereka dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.

Beberapa pembagian tugas yang dibentuk dalam peperangan Yarmuk ini antara lain bagian urusan administrasi dibawah koordinator Qadhi Abu Darda’; bagian bendahara dan pendistribusi logistik pasukan dan pengumpulan ghanimah dibawah koordinator Abdullah bin Mas’ud.

Sementara Miqdad bin al Aswad dan Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi koordinator bagian motivator dan bimbingan mental yang bertugas memberikan semangat dengan membacakan ayat-ayat jihad. Sedangkan bagian perlengkapan pasukan berada langsung dibawah panglima perang, Khalid bin Walid yang juga sebagai pemimpin umum seluruh pasukan muslim.

Penerapan manajemen pertempuran yang baik ini berimbas kepada kedisiplinan para prajurit di medan tempur. Mereka bertempur habis-habisan dengan penuh semangat dan rela berkorban, saling membantu dan saling melindungi. Para prajurit muslim benar-benar mengedepankan sikap kebersamaan, mendahulukan kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan, dan menjauhi sikap egois.

Peristiwa ini digambarkan ketika tiga orang prajurit, yakini Al Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abi Jahal, dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah menjadi korban dalam peperangan tersebut. Di tengah-tengah panasnya padang pasir yang terik dengan puluhan luka yang menganga akibat sabetan pedang mereka kehausan.

Abu Hubaib bin Tsabit yang bertugas menangani mereka mendengar rintihan Al Harits yang meminta air. Ia pun bergegas membawa wadah air minum untuk diberikan kepada Al Haris, namun belum juga ditempelkan ke mulutnya, Ikrimah merintih kesakitan dan juga meminta air minum. Al Harits menyuruhnya untuk memberikan air minum tersebut kepada Ikrimah yang menurutnya lebih parah lukanya daripada dirinya.

Abu Hubaib menuruti perintahnya. Ia segera mendekati Ikrimah untuk memberinya air minum. Namun belum juga wadah air minum tersebut menempel di mulutnya, terdengar rintihan Ayyasy yang juga merintih kesakitan dan kehausan. Ikrimah menyuruh Hubaib untuk memberikan air tersebut kepada Ayyasy.

Singkat cerita air tersebut tetap utuh di tangan Hubaib, tidak sampai ke mulut Ayyasy dan tidak sampai kepada mulut seorang pun dari ketiga orang tersebut. Akhirnya mereka bertiga meninggal tanpa merasakan minuman sedikitpun (Imam Al Hakim, Al Mustadrak ‘ala Shahihain, Juz V, Kitab Ma’rifat Ash Shahabat, Dzikru Manaqib Ikrimah bin Abi Jahal, hadits nomor 5141).

Para ulama ahli akhlak menyebut pengorbanan yang dilakukan ketiga sahabat tersebut dalam mendahulukan kepentingan orang lain dengan sebutan itsar. Kebalikannya adalah atsarah, egois, individualis. Di kalangan militer pengorbanan para sahabat Rasulullah saw dalam mendahulukan kepentingan orang lain dikenal sebagai esprit des corpses, semangat kebersamaan.

Faktor lainnya yang menopang kemenangan pasukan muslim dalam peperangan Yarmuk adalah gigih berjuang, kesabaran, pantang menyerah, dan senantiasa bertawakal. Tak ada langkah ikhtiar yang mereka lakukan kecuali disertai kesabaran, kegigihan dalam melaksanakannya, dan selalu menyerahkan segala keputusannya kepada Allah swt.

Ketika peperangan Yarmuk berakhir dengan kemenangan di pihak kaum muslimin, para pemimpin pasukan Romawi menghadap Heraklius, pemimpin tertinggi mereka. Heraklius yang sudah mengetahui kekalahan para prajuritnya berujar, “Ceritakan kepadaku tentang kaum yang memerangi kalian. Bukankah mereka juga manusia biasa seperti kalian? Apakah jumlah mereka lebih banyak daripada kalian?”

“Kami lebih banyak daripada mereka, bahkan persenjataan kami lebih lengkap daripada mereka.” Jawab para pemimpin prajurit Romawi.

“Lalu, mengapa kalian kalah.” Lanjut Heraklius.

Kemudian seorang pemimpin prajurit yang disepuhkan berujar. “Aku akan memberitahukan kepadamu. Sesungguhnya tatkala mereka menanggung beban, mereka bersabar dan tidak berdusta. Sedangkan tatkala kita menanggung beban, kita tidak bersabar dan kita berdusta. Mereka memerintahkan yang makruf dan mencegah perkara yang mungkar. Mereka memandang orang-orang yang meninggal dari mereka di surga, dan orang-orang yang hidup memperoleh ghanimah dan pahala.”

Heraklius memahami ujaran salah seorang prajuritnya tersebut. Ia pun mengakui kelemahan motivasi bereperang yang dimiliki pasukan perangnya.

Jika kita analogikan, kehidupan kita pun laksana peperangan. Setiap saat kita berjuang untuk meraih kesuksesan dan kemenangan meraih kebahagiaan hidup. Untuk meraihnya sudah menjadi kewajiban kita untuk tidak melupakan Allah. Kita harus senantiasa meyakini akan kekuasaan-Nya seraya senantiasa memohon petunjuk dan pertolongan-Nya.

Pertolongan Allah akan senantiasa datang kepada kita manakala kita mampu menjauhi sikap egois, mampu menolong orang lain. Allah akan senatiasa menolong hamba-hamba-Nya selama mereka mau menjalani kehidupan saling tolong menolong.

Pantang menyerah seraya sabar dalam menghadapi berbagai rintangan menjadi faktor lainnya yang akan membuka pintu kesuksesan. Tanpa kesabaran dalam berikhtiar jangan harap kesuksesan akan datang menghampiri kita.

Sementara pantang berdusta, jujur dalam bertindak akan mendatangkan kebahagiaan. Ikhtiar yang gigih, kesabaran, pantang berdusta semuanya akan semakin bermakna, mewarnai kesuksesan dan kehidupan manakala ditopang landasan yang kuat yakni keimanan dan tawakal kepada Allah.

Dengan kata lain, seseorang akan meraih kesuksesan manakala ia gigih dalam berikhtiar. Siang hari tak berhenti bergerak bagaikan singa kelaparan yang sedang mencari mangsa untuk dimakan, dan malam harinya ia bagaikan seorang rahib yang tiada henti-hentinya mendekatkan diri, memohon pertolongan kepada Allah swt.

ilustrasi : Yarmuk pada saat ini (https://pt.slideshare.net)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image