REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Tentara Ukraina telah diperintahkan untuk mundur dari kota Sievierodonetsk di wilayah timur setelah beberapa pekan terlibat pertempuran sengit dengan pasukan Rusia. Perintah itu dikeluarkan untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak dan mengatur ulang strategi.
Namun, langkah Ukraina itu dipandang Rusia sebagai kemenangan telak. Para pejabat Ukraina mengatakan tinggal sedikit wilayah yang perlu dipertahankan di kota itu, di mana ratusan warga sipil terperangkap di sebuah pabrik kimia.
Perintah mundur pada Jumat (24/6/2022) itu dikeluarkan empat bulan setelah invasi Rusia dimulai pada akhir Februari, yang telah menewaskan ribuan orang, mengusir jutaan lainnya dan menghancurkan kota-kota. Gubernur wilayah Luhansk Serhiy Gaidai mengatakan tentara Ukraina di Sievierodonetsk telah diperintahkan untuk pindah ke tempat lain.
"Tetap berada di posisi yang hancur berkeping-keping selama berbulan-bulan demi bertahan di sana, tidak masuk akal," kata Gaidai di televisi Ukraina.
Mundur dari Sievierodonetsk akan menjadi kekalahan terbesar bagi Ukraina sejak kehilangan kota pelabuhan Mariupol di selatan pada Mei. Langkah itu tampaknya juga menjadi kemenangan bagi Rusia yang berusaha merebut kendali penuh atas Luhansk.
Wilayah itu merupakan salah satu target Rusia dalam perang. Setelah Sievierodonetsk, kota Lysychansk akan menjadi fokus serangan mereka berikutnya.
Vitaly Kiselev, seorang pejabat kementerian dalam negeri Republik Rakyat Luhansk (LPR), mengatakan kepada kantor berita TASS bahwa diperlukan waktu satu setengah pekan untuk merebut Lysychansk sepenuhnya. LPR adalah wilayah kelompok separatis di Ukraina yang memerdekakan diri dan hanya diakui oleh Rusia.
Sejak Rusia menarik mundur pasukannya dari ibu kota Kiev, mereka telah memfokuskan serangan ke selatan dan Donbas, sebuah wilayah di timur yang terdiri dari Luhansk dan Donetsk. Rusia mengerahkan pasukan artileri besar-besaran ke wilayah itu, yang dipandang sebagai medan perang paling sengit di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.