Ahad 26 Jun 2022 17:10 WIB

Riset Sebut Laut Dalam Menyimpan Lebih Sedikit Karbon

Lautan adalah salah satu penyerap karbon terpenting di planet Bumi.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi: laut. Lautan adalah salah satu penyerap karbon terpenting di planet Bumi.
Foto: AnadAnadolu Agencyolu Agency
Ilustrasi: laut. Lautan adalah salah satu penyerap karbon terpenting di planet Bumi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lautan adalah salah satu penyerap karbon terpenting di planet Bumi. Saat ini, 39.000 gigaton karbon dioksida terkunci di laut. Jumlah itu sekitar 50 kali lebih banyak daripada yang beredar di atmosfer saat ini.

Namun, kita tidak dapat mengandalkan penangkapan dan penyimpanan karbon ini untuk menyelesaikan masalah krisis iklim karena kita memproduksi terlalu banyak CO2 terlalu cepat. Terlebih lagi sebuah studi baru menunjukkan bahwa laut dalam tidak mampu menampung karbon sebanyak yang diperkirakan sebelumnya.

Baca Juga

Para ilmuwan melihat siklus karbon yang tersedot oleh tanaman mikroskopis yang hidup di dekat permukaan air yang kemudian hanyut ke dasar laut. Berdasarkan model pelacakan partikel baru, ternyata proses ini ‘lebih bocor’ dan menahan lebih sedikit karbon dalam jangka panjang daripada perkiraan sebelumnya.

“Lautan adalah penyerap karbon yang penting, dan kedalaman penyerap karbon biologis memengaruhi seberapa banyak karbon dioksida atmosfer yang disimpan lautan,” kata Chelsey Baker, Analis Model Biogeokimia Laut dari Pusat Oseanografi Nasional di Britania Raya, dilansir dari Sciencealert, Ahad (26/6/2022).

“Dalam studi ini, kami menunjukkan bahwa umur panjang penyimpanan karbon di laut dalam mungkin jauh lebih sedikit daripada yang umumnya diasumsikan.”

Karbon perlu dikunci selama 100 tahun untuk berada pada skala waktu yang relevan dengan iklim. Sampai sekarang, diperkirakan bahwa jalur sirkulasi laut dalam akan menyimpan setiap bit karbon yang ditangkap yang mencapai kedalaman 1.000 meter terselip dari dunia selama beberapa milenium.

Di sini, simulasi yang digunakan oleh para peneliti menemukan bahwa hanya rata-rata 66 persen karbon yang mencapai kedalaman 1.000 meter di Samudra Atlantik Utara yang akan disimpan selama satu abad atau lebih.

Efisiensi penangkapan CO2 bervariasi berdasarkan faktor-faktor termasuk arus laut dan suhu. Karbon diperlukan untuk mencapai kedalaman 2.000 meter agar hampir pasti tetap tersimpan selama lebih dari 100 tahun-pada kedalaman itu. Simulasi menunjukkan bahwa 94 persen karbon bertahan selama satu abad atau lebih. 

“Temuan ini memiliki implikasi untuk perkiraan prediksi masa depan penyerapan karbon oleh model biogeokimia global, yang mungkin dilebih-lebihkan, serta untuk strategi pengelolaan karbon,” tulis para peneliti dalam makalah mereka yang diterbitkan.

Seiring perubahan iklim dan lautan, model perlu diperbarui. Para ahli berpikir lautan akan menjadi lebih berlapis di masa depan saat mereka memanas. Artinya, lebih sedikit pencampuran antar lapisan-dan lebih sedikit karbon yang tenggelam ke dasar.

Para ilmuwan perlu mengetahui dengan presisi sebanyak mungkin berapa banyak CO2 yang kita hasilkan, seberapa banyak lautan yang mampu menyimpan, dan berapa lama kemungkinannya akan terkunci.

Ada kemungkinan bahwa dengan menambah siklus karbon alami dengan berbagai cara, lebih banyak karbon dapat diambil dari sirkulasi atmosfer. Namun, untuk melakukan itu, kita perlu mengetahui seberapa efektif dan efisien laut dalam sebagai penyerap karbon.

“Temuan kami bisa menjadi penting karena penyimpanan karbon yang ditingkatkan secara artifisial oleh lautan adalah salah satu jalan yang sedang dieksplorasi untuk membantu kami mencapai nol bersih pada tahun 2050. Misalnya, dengan skema laut untuk menghilangkan karbon dioksida, seperti pemupukan besi,” kata Baker.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement