REPUBLIKA.CO.ID, — Sifat pelit dapat menyerang siapa pun terutama orang-orang yang diberikan anugerah berupa harta kekayaan.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa pelit itu muncul lantaran besarnya kecintaan terhadap harta sehingga mengalahkan kecintaan kepada Allah SWT.
Orang pelit tidak menyadari bahwa harta kekayaan yang dimilikinya adalah titipan Allah SWT yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat. Sebab itu seorang mukmin perlu bermuhasabah dan membentengi diri sehingga tidak menjadi orang yang pelit.
Pengasuh Pondok Pesantren Ilmu Quran Al Misbah yang juga anggota Komisi Dakwah MUI DKI Jakarta, KH Misbahul Munir Kholil, mengatakan bahwa manusia itu cenderung memiliki pelit dalam dirinya. Namun menjadi tercela ketika pelit itu diikuti atau ditaati (syukh mutho').
Keterangan ini juga sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dari Ibnu Umar yang dapat ditemukan dalam kitab al-Mu’jam al-Kabiir berkaitan dengan tiga perkara yang membinasakan yang salah satunya adalah kebakhilan yang ditaati.
Maksudnya seseorang tersebut benar-benar menjalankan sifat pelit itu dalam kehidupannya sehingga tidak mau mengeluarkan hartanya baik itu merupakan perintah Allah SWT yang wajib seperti berzakat maupun sunnah seperti bersedekah.
Oleh karena itu, menurut Kiai Misbah, standar minimal seseorang tidak disebut sebagai orang yang pelit adalah ketika mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada dirinya. Misalnya mengeluarkan zakat, atau mau memberi nafkah kepada keluarganya.
Orang yang sudah terkena penyakit pelit dalam hidupnya harus segera mencari jalan untuk menyembuhkannya. Menurut kiai Misbah langkah awal untuk bisa menyembuhkan pelit dalam diri adalah menyadari bahwa pelit itu hanya akan menjerumuskan diri pada kehinaan sedangkan senang berderma mengantarkan diri pada kemuliaan.
"Kita harus punya keyakinan bahwa saat memberi, membantu kepada orang lain dengan harta dan jiwa itu sejatinya akan kembali manfaatnya kepada kita. Bahwa pemberian kita itu justru menambah nilai kita baik secara ruhani maupun jasmani," kata Kiai Misbah kepada Republika.co.id beberapa hari lalu.
Kiai Misbah mengatakan orang yang pelit kerap menyangka bahwa hartanya itu kekal abadi. Padahal dengan mudah Allah SWT melenyapkan hartanya karena sifat pelit yang dimilikinya.
Selain itu orang yang pelit juga kerap merasa ketakutan bila hartanya didermakan maka akan mengalami kebangkrutan. Padahal sejatinya ketakutan itu disebabkan bisikan setan agar tidak menjadi penderma.
Dalam Alquran, Allah SWT telah memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang pelit akan harta yang dimilikinya. Bahkan pada surat Ali Imran ayat 180 digambarkan siksaan bagi orang yang pelit. Kelak pada leher orang yang pelit itu akan dikalungkan harta-hartanya di hari kiamat.
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
"Rasulullah juga mengingatkan bahwa orang yang dermawan itu dekat dengan Allah SWT, dekat dengan manusia dan dekat dengan surga. Sedang orang kikir itu jauh dari Allah SWT, jauh dari manusia, dan dekat dengan neraka," katanya.