REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak kepolisian telah memasang garis polisi di kantor pusat Holywings, di BSD, Tangerang Selatan terkait promosi minuman keras (miras) gratis bagi nama 'Muhammad' dan 'Maria'.
Pemasangan garis polisi tersebut dilakukan pada Sabtu (25/6/2022) lalu. Namun Ridwan tidak menyampaikan sampai pasang kapan garis polisi tersebut dipasang.
"Sudah (dipasang garis polisi)," kata Ridwan, Ahad (26/6/2022).
Dalam perkara ini, Holywings Indonesia mengeluarkan promosi pemberian miras bagi masyarakat yang memiliki nama Muhammad dan Maria. Kemudian promosi yang berlaku tiap Kamis dengan syarat membawa kartu identitas tersebut menjadi perhatian dan polemik karena viral di media sosial.
Dalam keterangan polisi, setelah promosi itu diedarkan, pihak patroli siber dan langsung melakukan penyelidikan. Setelah mengumpulkan bukti, meminta keterangan ahli, dan keterangan saksi, polisi menetapkan enam orang sebagai tersangka.
Keenam tersangka itu adalah laki-laki berinisial EJD (27) selaku direktur kreatif perannya mengawasi empat divisi, perempuan berinisial NDP (36) selaku head tim promotion yang berperan mendesain program dan meneruskan ke tim kreatif.
Kemudian laki-laki berinisial DAD (27) sebagai desain grafis, perempuan berinisial EA (22) sebagai admin tim promo yang mengupload konten ke media sosial, perempuan AAB (25) sebagai sosial officer yang mengupload sosial media terkait Holywings.
Terakhir, perempuan AAM (25) sebagai admin tim promo yang bertugas memberikan request kepada tim kreatif dan memastikan sponsor untuk event-event di Holywings.
Menurut Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto, hingga saat ini polisi masih belum menetapkan tersangka baru dalam kasus penistaan agama di Holywings.
Baca juga : Holywings Indonesia Bantah Cuci Tangan Kasus Miras untuk Muhammad
Namun demikian, pihaknya akan terus mendalami lagi apakah ada peran pegawai lain yang terlibat dalam promosi minuman alkohol itu atau tidak. "Kami masih terus mendalami kepada pihak-pihak terkait," kata Budhi.
Keenam tersangka dijerat pasal berlapis, termasuk pasal tentang penistaan agama. Para tersangka dijerat Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU RI Tahun 1946 dan Pasal 156 A KUHP dan Pasal 28 ayat 2 UU RI Tahun 2016 atas perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Lihat postingan ini di Instagram