Selasa 28 Jun 2022 01:35 WIB

Budiman Sujatmiko: Terlalu Dini Bicara Siapa Capres 2024

"Saya tidak terlalu antusias untuk bicara rutinitas ganti presiden," kata Budiman.

Budiman Sujatmiko
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Budiman Sujatmiko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko menilai jika saat sekarang terlalu dini untuk membicarakan siapa calon presiden (capres) yang akan memimpin bangsa dan negara Indonesia ke depan. Saat ditemui di Banyumas, Jawa Tengah, Senin (27/6/2022), Budiman mengatakan masih ada waktu dua tahun lagi untuk menuju pemilihan presiden yang digelar bersamaan dengan Pemilu Serentak 2024.

"Kasihan Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) baru ke pilih sudah pusing soal pandemi, tiba-tiba baru ambegan (ambil napas) dia mau kita cuekin gara-gara sudah mikir presiden berikutnya. Padahal, yang dia kerjakan itu harus terjamin keberlangsungannya," tuturnya.

Baca Juga

Bahkan, dia juga enggan mengomentari dukungan sejumlah pihak kepadanya untuk maju sebagai bakal calon presiden pada Pemilu 2024. Ia mengaku sudah menyampaikan sikapnya terkait pencalonan tersebut, dan hal itu sudah ditegaskan dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan bahwa masalah calon presiden merupakan hak prerogatif Ketua Umum PDI Perjuangan.

"Lagi pula saya tidak terlalu antusias untuk bicara rutinitas ganti presiden, seperti yang dikatakan juga oleh Bu Mega (Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri), yang dibutuhkan Indonesia adalah pemimpin," katanya menegaskan.

Budiman mengatakan, saat sekarang yang harus tumbuh adalah kualifikasi-kualifikasi pemimpin seperti apa yang dibutuhkan untuk memimpin Indonesia ke depan. Menurut dia, kualifikasi pemimpin ada dua jalan, yakni aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.

"Nah menurut saya, yang terlalu heavy, terlalu berat, sekarang banyak orang ngomong kuantitatifnya ya, yang kualitatifnya kurang. Indonesia mau dibawa ke mana setelah jadi pemimpin itu jarang terbicarakan," ujar pria asli Cilacap itu.

Dalam hal ini, dia mengibaratkan presiden sebagai seorang sopir, sedangkan Indonesia merupakan bus yang akan dibawa oleh sang sopir. Menurut dia, yang terjadi saat ini membicarakan siapa sopir-nya, tetapi tidak pernah dibicarakan bus yang akan dikemudika-nya itu mau dibawa ke mana.

"Jadi, saya tidak terlalu tertarik bicara sopir. Saya lebih tertarik bus Indonesia ini mau dibawa tujuannya ke mana," ucapnya menegaskan.

Budiman mengaku tidak menganggap serius jika saat sekarang orang-orang meneriakkan "ini jadi sopir-nya" atau "itu jadi sopir-nya". Ia menyayangkan dalam waktu dua tahun yang masih tersisa ini, sudah meneriakkan siapa yang akan menjadi presiden ke depan.

"Padahal, kita belum menentukan bus itu mau ke mana, perjalanan dua jam lagi, kita belum menentukan mau pergi ke mana, kita sudah ributkan sopirnya," imbuh Budiman.

Menurut dia, persoalan ke depan itu jalannya terjal, kanan-kiri jurang, gelap, berkabut, dan naik-turun. "Itu yang saya tahu, yang saya pelajari. Kenapa tidak kita pikirkan dalam menghadapi medan yang terjal seperti itu, butuh sopir yang seperti apa, bukan 'waton' sopir, bukan asal sopir," ucapnya.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement